Senin 06 Nov 2017 17:17 WIB

Kejari Karawang Tangguhkan Penahanan Ketua DKM Al Mukarromah

 Masjid yang dibangun diatas tanah wakaf (Ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supri
Masjid yang dibangun diatas tanah wakaf (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Kejaksaan Negeri Kabupaten Karawang, Jabar, menangguhkan penahanan Kepala Desa (Kades) Tanjungsari dan Ketua Dewan Kemakmuran (DKM) Masjid Al-Mukarromah terkait dengan kasus dugaan pemalsuan tanah wakaf.  Penangguhan penahanan itu dilakukan setelah ratusan warga beserta LSM dan Ormas mendesak Kejari segera membebaskan Kades Tanjungsari dan Ketua DKM Al-Mukarromah beserta seorang warga pemilik tanah wakaf.

"Saya memerintahkan Kasi Pidum untuk membuat surat penangguhan penahanan," kata Kepala Kejari Karawang Sukardi, Senin (6/11).

Sukardi mengaku, dalam menangani kasus tersebut tidak melihat latarbelakang seseorang yang diduga terlibat. Karena itu, sebelumnya pihaknya melakukan penahanan. Tapi, setelah didesak massa agar segera melakukan penangguhan penahanan, Kepala Kejari memenuhi keinginan massa yang berunjukrasa di depan kantor Kejari setempat.

Dalam kasus tersebut, pihak Kejari Karawang menahan Ketua DKM Al-Mukarommah Desa Tanjungsari Kecamatan Cilebar, Anom Suganda. Selain Ketua DKM Al-Mukarommah, pihak Kejari juga menahan Kepala Desa Tanjungsari Wawan dan pemilik lahan wakaf Otih.

Ketiganya ditahan atas laporan yang disampaikan Nurlela Margaret. Tiga orang yang dilaporkan dan kini ditahan telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen akta tanah.

Ketua LSM Lodaya Nace Permana dalam dialog dengan pihak Kejari Karawang menyatakan, dirinya bersama sejumlah Ketua LSM dan Ormas lainnya siap menjadi jaminan agar Ketua DKM beserta tersangka lainnya dibebaskan. Sesuai penjelasan masyarakat, pihak DKM membeli tanah wakaf dengan hasil patungan masyarakat desa.

Tetapi beberapa tahun kemudian ada seseorang warga luar daerah yang mengaku kalau tanah itu miliknya. "Orang luar daerah itu lalu melaporkan pihak DKM Al-Mukarromah ke polisi atas dasar tuduhan penyerobotan tanah," kata dia.

Masyarakat setempat menyatakan, tidak menerima dan kemudian mengumpulkan bukti-bukti pembelian tanah tersebut yang pengunaannya untuk masjid. Bukti yang dikumpulkan di antaranya sertifikat wakaf, akta jual beli dan kwitansi jual beli.

Setelah melihat kelengkapan dan keakuratan data-data tersebut sesuai dengan keadaan di lapangan, akhirnya proses hukum pun ditunda. Tetapi, tak selang beberapa lama kemudian ada surat panggilan kembali.  "Selanjutnya, yang bersangkutan (Anom Suganda) ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan pemalsuan dokumen," kata dia.

Pengacara Asosiasi Pemerintah Desa (Apdesi) Karawang, Johnson Panjaitan, menyatakan, penangguhan penahanan itu tidak akan menghentikan proses hukum. Pihaknya siap mengawal kasus tersebut. Karena dalam penanganan kasus itu, ada beberapa kejanggalan. Di antaranya, pihak Kejari tidak pernah memanggil seluruh pihak yang berperkara dalam kasus tersebut. Tapi, sudah memutuskan tersangka-nya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement