REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Presiden Amerika Serikat pada Senin (6/11) mengatakan penembakan massal di gereja Texas, yang menewaskan sedikit-dikitnya 26 orang, terjadi karena persoalan kesehatan mental.
Dia menegaskan penembakan itu tidak terjadi karena masalah aturan penjualan bebas senjata, yang menjadi masalah politik hangat di Amerika Serikat.
Saat ditanya dalam jumpa pers di Tokyo mengenai kebijakan yang akan ia dukung sebagai tanggapan atas penembakan tersebut, Trump mengatakan bahwa berdasarkan laporan awal, sang pelaku adalah "orang gila, yang punya banyak masalah".
"Kami punya banyak masalah kesehatan mental di negara kami, sebagaimana juga terjadi di negara lain. Itu bukan masalah persenjataan," kata dia.
"Untung saja ada orang lain yang juga membawa senjata dan menembak pelaku," kata Trump.
"Itu masalah kesehatan mental dalam tingkat tertinggi. Itu peristiwa menyedihkan, sangat menyedihkan," kata Trump.
Pria pelaku itu, yang bergerak sendiri, mulai menembakkan senapan serbu bawaannya pada Ahad setelah memasuki Gereja Baptis Pertama di Sutherland Springs, sekitar 65 KM sebelah timur San Antonio. Ia membunuh jamaah gereja berusia lima hingga 72 tahun.
Setelah menembak, sang pelaku, yang digambarkan sebagai seorang kulit putih berusia 20 tahunan, kemudian ditembak oleh seorang warga setempat. Ia melarikan diri dengan kendaraannya dan ditemukan tewas di daerah di dekat tempat tersebut.
Belum jelas apakah sang pelaku melakukan bunuh diri atau tewas akibat tembakan dari warga itu, kata pejabat setempat. Trump berada di Jepang untuk melakukan kunjungan 12 hari kelima negara Asia.
Putri Pendeta Jadi Korban Tewas Penembakan Gereja Texas