Selasa 07 Nov 2017 05:00 WIB

Ulama Saudi Dukung Raja Salman Berantas Korupsi

Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz al Saud dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.
Foto: Reuters
Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz al Saud dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Sejak Muhammad bin Salman ditunjuk sebagai putra mahkota pertengahan tahun ini, Kerajaan Arab Saudi telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang dinilai progresif. Di antaranya mengizinkan konser musik dan hiburan lainnya, mengizinkan perempuan menonton pertandingan olahraga di dalam stadion, serta mencabut larangan mengemudi untuk perempuan.

Pemerintah Arab Saudi juga menangkap ribuan ulama yang dinilai mengampanyekan ekstremisme Islam. Dalam pernyataannya akhir bulan lalu, Pangeran Muhammad menekankan akan mengembalikan Islam yang lebih moderat di Arab Saudi. Ia secara tegas mengatakan, kebijakan-kebijakan religius yang dijalankan Arab Saudi sepanjang 30 tahun belakangan tak normal dan merupakan reaksi atas radikalisme yang dipicu Revolusi Iran pada 1979.

Sejauh ini, dewan ulama resmi ulama menyatakan dukungan atas langkah komite antikorupsi. “Hukum Islam memerintahkan kita untuk melawan korupsi, sementara kepentingan nasional kita memang memerlukan hal tersebut,” demikian pernyataan resmi Sekretaris Jenderal Dewan Ulama Senior Arab Saudi, kemarin. Mereka juga menilai pembentukan komite antikorupsi sebagai langkah bijaksana Raja Salman.

Kendati demikian, sebagian ulama di Arab Saudi memandang dengan waswas tindakan pembersihan oleh Raja Salman dan Pangeran Muhammad. Terlebih bagi mereka yang memandang curiga agenda reformasi dan kampanye moderasi Islam sang Pangeran.

“Tentu hal itu (penangkapan) membuat saya tak nyaman,” kata seorang ulama negara di Buraida, seperti dilansir New York Times, kemarin.

Buraida adalah sebuah kota konservatif di bagian utara Riyadh. Ia menyatakan khawatir atas kebijakan-kebijakan kerajaan yang kian memberikan keleluasaan bagi kaum perempuan.

Sejauh ini, kerajaan mencoba membungkam sentimen-sentimen serupa dari para ulama dengan melakukan penangkapan dan pelarangan menyampaikan pendapat yang tak sesuai kebijakan kerajaan. “Mereka (kerajaan) melakukan aksi pendahuluan. Semua yang melawan kebijakan kerajaan akan ditangkap,” kata ulama tersebut.

(Fergi Nadira/Fira Nursya’bani/Marniati/Dyah Ratna Meta Novia, Tulisan diolah oleh: Fitriyan Zamzami).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement