Selasa 07 Nov 2017 02:30 WIB

PAN: UU Ormas Telah Membelenggu Aspirasi Masyarakat

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah anggota dewan mengikuti sidang pada Rapat Paripurna pengesahan UU Ormas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10).
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah anggota dewan mengikuti sidang pada Rapat Paripurna pengesahan UU Ormas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII DPR RI, Ali Taher Parasong, menegaskan ketidaksepakatannya soal Perppu Ormas yang telah disahkan menjadi UU Ormas. Dari pandangan fraksi PAN, menurutnya, undang-undang keormasan dinilai telah membelenggu aspirasi masyarakat.

Ia menilai, ada kegamangan dari pemerintah dalam memandang rakyatnya sendiri. Selain karenatidak ada unsur kepentingan yang memaksa untuk membentuk dan menerapkan sebuah hukum secara langsung. Situasi saat ini juga tidak dalam kekosongan hukum.

"Alam demokrasi di manapun tidak boleh membelenggu aspirasi masyarakat. Kalau mau ubah, ya revisi undang-undang. Sehingga, tidak ada kesan negara memaksakkan kehendak," kata Ali di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen DPR, Jakarta, Senin (6/11).

DPR telah mengesahkan Perppu 2/2017 tentang Ormas menjadi undang-undang pada 24 Oktober lalu. Namun, ada tiga fraksi yang tidak sepakat, yakni Gerindra, PKS dan PAN. Perppu Ormas merupakan perubahan atas UU 17/2013 tentang organisasi kemasyarakatan, yang diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo pada Juli lalu.

Dalam Perppu Ormas tersebut diperluas unsur larangan untuk ormas. Larangan tersebut termasuk soal definisi paham yang bertentangan dengan Pancasila. Aturan soal Ormas tersebut berujung pada pencabutan status badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai sebuah organisasi masyarakat.

Karena Perppu Ormas tersebut telah disahkan di DPR, Ali mengatakan PAN pada dasarnya menerima itu sebagai sebuah produk hukum. Namun, ia mengatakan PAN selanjutnya akan melihat secara substantif bagaimana langkah-langkah perubahan itu dilakukan. Apakah pelarangan itu dilakukan terlebih dahulu melalui langkah pembinaan dan edukasi atau tidak.

Ia juga meminta agar faktor ideologis tidak dipertentangkan dengan faktor sosial kemasyarakatan. Ali menekankan agar jangan sampai rekayasa politik mengabaikan kebutuhan dalam proses pembentukan hukum saat ini. Yang akhirnya, berujung pada pemberlakuan produk hukum yang terkesan dipaksakkan. Jika tidak, Ali mengatakan ia khawatir rakyat tidak lagi memiliki partisipasi politik dalam negara.

Di sisi lain, ia menekankan agar pemerintah melakukan pembinaan pada masyarakat secara persuasif. Ali juga menegaskan bahwa hampir semua ormas di Indonesia menerima Pancasila sebagai dasar negara. Karena itu, ia meminta pemerintah agar tidak memiliki kekhawatiran yang terlalu besar akan keberadaan ormas saat ini.

"Kecenderungan pendekatan pemerintah saat ini dilakukan secara politik.Mana ormas yg tidak menerima Pancasila? semua menerima kok, yang perlu dikontrol itu perilakunya," tambahnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement