REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Fraksi PAN DPR Yandri Susanto berharap Mahkamah Konstitusi (MK) segera memutuskan hasil uji materi terkait angka ambang batas partai politik mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden atau presidentian threshold. Yandri khawatir tahapan pemilu presiden (Pilpres) 2019 terganggu akibat belum selesainya proses uji materi di MK.
"Sebaiknya MK segera memutuskan presidential treshold agar nanti tidak mengganggu tahapan Pemilu Presiden," kata Yandri di Jakarta, Senin (6/11).
Yandri mengatakan menjelang Pilpres, mulai terlihat peta koalisi antarParpol untuk mendukung dan mengusung Capres-Cawapres sehingga diharapkan MK tidak perlu ragu memutuskan angka PT karena keputusannya final dan mengikat. Yandri berharap paling lambat akhir tahun 2017, MK sudah memutuskannya karena di 2018 sudah memasuki tahun politik yang prosesnya sangat dinamis.
"2018 sudah memasuki tahun politik, tentu akan menyulitkan MK kalau memutuskannya nanti sehingga lebih baik dari sekarang diputuskan agar parpol dan KPU bisa membuat skenario yang dengan keputusan MK tersebut," ujarnya.
Dia mengakui MK agak lambat dalam mengambil keputusan namun hal itu karena kemungkinan menyangkut keputusan politik tingkat tinggi. Yandri menegaskan bahwa PAN percaya MK bisa memutuskan hasil yang terbaik terkait ambang batas pengajuan Capres-Cawapres tersebut.
"Saya nilai terkesan lambat karena itu sesuatu yang tidak terlalu sulit untuk di putuskan. Kemungkinan karena menyangkut politik tingkat tinggi, mungkin menjadi lambat diputuskan namun saya juga tidak tahu pasti apa alasannya," katanya.
Sebelumnya pemohon uji materi Pasal 222 UU Pemilu, Effendi Gazali, mempersoalkan adanya ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. Menurut Effendi, ketentuan tersebut merupakan tindakan memanipulasi hak pilih warga negara.
Selain itu menurut dia, ambang batas pilpres juga tidak tepat karena Pemilu 2019 dilaksanakan secara serentak dan apabila dipaksakan dengan cara mengacu pada hasil perolehan pemilu sebelumnya, yakni pemilu 2014, maka hal ini pun melanggar hak politik publik.
Dia menilai pada Pemilu 2014, publik tidak pernah tahu bahwa hak politiknya saat itu akan digunakan juga untuk kepentingan politik 2019. Sebelumnya uji materi juga diajikan sejumlah pihak yang mengajukan gugatan terhadap pasal tersebut seperti Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra, sejumlah advokat yang tergabung dalam Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) dan Partai Idaman.
Selain itu, ada juga mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hadar Nafis Gumay bersama dua lembaga sosial masyarakat, yakni Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) juga mengajukan gugatan yang sama.
Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) menyatakan, pasangan calon pada Pemilu 2019 diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR sebelumnya.