REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Pemerintah Qatar kembali menyerukan digelarnya sebuah dialog untuk mengakhiri krisis diplomatik dengan negara-negara Teluk Arab yang dipimpin Arab Saudi, Selasa (7/11). Krisis diplomatik antara Qatar dengan negara-negara Teluk Arab telah berlangsung sekitar lima bulan.
"Dialog dan mediasi politik adalah cara untuk memecahkan perbedaan pendapat, bukan agresi," kata Direktur Kantor Komunikasi Pemerintah Qatar Sheikh Saif bin Ahmed al-Thani, dikutip laman laman Al Araby.
Menurut Sheikh Saif dialog merupakan cara terbaik untuk menyelesaikan krisis diplomatik ini. "Kami selalu itu selalu cara terbaik, untuk duduk mengelilingi meja. Dialog adalah cara untuk mendapatkan perkembangan positif bagi masyarakat Dewan Kerja Sama Teluk (GCC), demi stabilitas kawasan ini," ujarnya.
Oktober lalu, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani mengatakan bahwa Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump siap menjadi tuan rumah untuk menggelar pertemuan antara Qatar dan negara-negara Teluk Arab. Tujuannya tentu untuk mempercepat penyelesaian krisis Teluk yang telah berlangsung sejak Juni lalu.
Namun Sheikh Tamim mengaku tak mendapatkan respons positif dari negara-negara tetangganya. "Seharusnya pertemuan ini segera berlangsung, tapi saya tidak mendapatkan tanggapan dari negara lain," ucapnya kala itu.
Pada 5 Juni lalu, Arab Saudi, Mesir, Bahrain, dan Uni Emirat Arab memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar dan memblokade seluruh akses dari dan menuju negara tersebut. Hal itu dilakukan karena keempat negara menuduh Qatar menjadi pendukung dan penyokong kelompok ekstremis dan teroris di Teluk. Tuduhan tersebut segera dibantah oleh Doha.
Belakangan negara-negara Teluk mengajukan 13 tuntutan kepada Qatar. Tuntutan tersebut harus dipenuhi bila Qatar ingin terbebas dari blokade dan embargo. Namun Qatar telah menyatakan bahwa poin-poin dalam tuntutan tersebut tidak realistis dan mustahil dipenuhi.
Adapun tuntutan tersebut antara lain meminta Qatar memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran, menghentikan pendanaan terhadap kelompok teroris, dan menutup media penyiaran Aljazirah.