Selasa 07 Nov 2017 10:35 WIB

Menlu: Opsi Militer Bukan Pilihan untuk Hadapi Korut

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Teguh Firmansyah
Peluncuran rudal korut.
Foto: EPA
Peluncuran rudal korut.

REPUBLIKA.CO.ID, KOREA SELATAN -- Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kang Kyung-wha mengatakan, program senjata nuklir Kim Jong-un harus dihentikan dengan diplomasi dan bukan tindakan militer.

"Perang lain di Semenanjung Korea tidak harus terjadi," kata Kang Kyung-wha seperti yang dilansir dari NBC News, Selasa (7/11). Ia menambahkan, "Sebuah resolusi untuk isu nuklir Korea Utara harus dilakukan secara damai dan diplomatis."

Hal tersebut ia katakan menyusul kedatangan Presiden Amerika Donald Trump ke Korea Selatan. Ia  dijadwalkan tiba pada Selasa Pagi di Seoul, Korea Selatan. Salah satu agenda Trump adalah mencari solusi bagaimana menangani diktator totaliter Korea Utara, Kim Jong-un.

Trump telah mengancam untuk melepaskan "api dan kemarahan" yang berarti menyatakan perang dengan Korea Utara. Ia juga telah memperingatkan mungkin terpaksa untuk melakukan penghancuran secara total pada negara tersebut.

Pejabat Korea Utara tahun lalu juga menyatakan bahwa Korut dapat menargetkan daratan AS jika pasukan nuklir Amerika memobilisasinya.

Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kang Kyung-hwa mengatakan, negaranya berhati-hati untuk mengambil opsi aksi militer dalam menangani Korut. "(Korsel) Ini adalah negara yang tumbuh dari kehancuran total Perang Korea, dan selama enam, tujuh dekade kita telah menjadi negara demokrasi yang berkembang, dan ekonomi pasar yang berkembang," kata Kang.

Menurutnya, gagasan untuk memulai perang hanya menghapuskan apa yang sudah dibangun dan itu tidak terbayangkan. Korea Selatan memiliki populasi sekitar 50 juta orang.  Sekitar 28 ribu tentara Amerika ditempatkan di negara tersebut. Seoul, ibukotanya, hanya 30 mil dari perbatasan Korea Utara dan di sekitar ribuan artileri yang dilatih di kota.

Korea Utara dan Selatan secara teknis masih dalam keadaan konflik sejak Perang Korea berakhir dengan sebuah gencatan senjata, dan bukan sebuah perjanjian damai, pada 1953.

Dalam dekade-dekade sejak Korea dipartisi, Korea Utara telah menjadi kaum yang miskin dan mengutamakan militer. Sementara Korea Selatan telah memeluk teknologi, kapitalisme dan hubungan yang mendalam dengan dunia Barat.

Pentagon telah memperingatkan bahwa satu-satunya cara untuk menemukan dan menghancurkan dengan pasti semua komponen program senjata nuklir Korea Utara adalah melalui invasi darat.

Seorang pembelot yang memiliki kekuasaan tinggi pekan lalu mengatakan bahwa perwira militer Korea Utara telah dilatih untuk memicu serangan balasan yang menghancurkan, jika negara mereka diserang oleh Amerika Serikat.

Ada sekitar 18.000 tempat penampungan pertahanan sipil di seluruh Korea Selatan. Sementara mereka hanya ditawarkan perlindungan terhadap senjata konvensional Korea Utara, dan mereka tidak dirancang untuk menahan serangan nuklir atau bahan kimia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement