REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasangan muda asal Jakarta Timur meyakini rokok telah membunuh bayi laki-laki mereka. Keduanya mendesak Pemerintah Indonesia menghentikan industri tembakau didalam negeri yang kuat.
Muhammad Hafizh yang baru lahir satu bulan lalu meninggal karena pneumonia setelah menghirup asap rokok di sebuah acara keluarga. Orang tuanya mengatakan mereka tidak tahu paparan asap rokok yang singkat semacam itu bisa berakibat fatal.
"Saya berharap Pemerintah Indonesia akan menutup pabrik-pabrik rokok," kata ibu Muhammad Hafizh, Fitria Lestari.
"Rokok di sini lebih buruk daripada narkotika - tapi narkotika hanya membunuh pengguna, sementara pecandu rokok membunuh orang-orang di sekitar mereka."
Hafizh terpapar asap rokok di sebuah pesta untuk merayakan bayi yang baru dilahirkan tersebut. "Rokok adalah pelakunya," kata ayah bayi itu, Hegidi Ichwanur.
"Kami yakin kebiasaan merokok merupakan faktor utamanya," kata Fitria setuju. "Semuanya baik-baik saja sebelum itu."
Fitria dan suaminya mengatakan para perokok adalah kerabat yang menolak mengesampingkan rokok mereka. Menurutnya kerabatnya tidak mengetahui potensi kerusakan [dari kebiasaan merokok] tersebut.
Mereka mengatakan bayi itu diperlihatkan [ke kerabatnya] sekitar lima menit, namun terpapar asap rokok. Hafizh mengalami kesulitan bernapas dan mereka membawanya ke rumah sakit.
"Dia menghabiskan waktu selama 10 jam di UGD," kata Fitria.
"Mereka mengatakan kondisinya membaik dan dia dipindah ke bangsal, tapi kemudian kondisinya mulai menurun. "Dia terbatuk-batuk, denyut nadinya semakin lemah dan lemah ... dokter meminta kami untuk mendoakannya.”
"Saya harus merelakannya, saya berkata kepadanya, 'Sayang, kamu silakan pergi jika kamu ingin pergi, ibu dan ayah sudah mengikhlaskan kamu'. Kemudian dia pergi."
Rokok murah memicu kecanduan mematikan di Indonesia
Indonesia memiliki angka kebiasaan merokok tertinggi di kalangan pria di dunia. Enam puluh lima persen laki-laki berusia lebih tua dari 15 tahun merokok setiap hari, sementara angka perokok wanita hanya 2 persen saja.
Seorang perokok biasa mengkonsumsi tiga bungkus rokok per hari. Sebagian besar dari perokok itu sudah memulai kebiasaannya saat mereka masih sangat muda. Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan sekitar seperempat anak laki-laki berusia 13 sampai 15 tahun adalah perokok.
Prevalensi kebiasaan merokok ini didukung dengan sangat murahnya harga rokok – satu kemasan rokok terjual kurang dari dua dolar AS (Rp20 ribu) - dan juga toleransi masyarakat terhadap rokok.
Meskipun, dalam satu komunitas setidaknya, toleransi itu sedang diuji. Di sebuah distrik yang berlokasi di pinggiran sungai di Jakarta, penduduk di kawasan itu tengah membuat perlawanan terhadap kecanduan yang paling mematikan di Indonesia.
Dalam apa yang mungkin menjadi yang pertama di Indonesia, dimana merokok dilarang di dalam rumah semua orang di kampung yang terdapat di Jakarta Timur ini. "Orang mengira itu adalah ide yang tidak mungkin," kata salah seorang penyelenggara kampung bebas asap rokok, Nobby Sail Andi Supi yang berusia 23 tahun.
"Sangat sulit untuk menantang kebiasaan merokok masyarakat - terutama orang-orang yang lanjut usia.”
"Mereka mengatakan 'Saya telah merokok selama bertahun-tahun, dan saya baik-baik saja'."
Pelarangan masyarakat membantu warga mengekang kebiasaan
Warga telah menandatangani sebuah kesepakatan untuk tidak merokok di dalam rumah mereka, dan telah melukis semua rumah-rumah di distrik tersebut dengan warna cerah untuk menyoroti usaha mereka.
Mereka mengatakan bahwa semangat masyarakat ini telah memberi dampak. "Saya merasa malu - saya merokok sementara tetangga saya tidak melakukannya," kata seorang pria setempat bernama Adi.
Dia bilang dia pernah merokok tiga bungkus rokok per hari - dan sekarang turun menjadi setengah bungkus.
"Hukuman sosial membuat kita berubah secara sukarela," katanya.
Di Indonesia jarang ada orang yang melawan perusahaan rokok. Periklanan rokok di Indonesia sangat meresahkan - tidak hanya di bioskop atau di televisi, tapi di poster yang menempel di sisi truk pengantar, atau rumah-rumah.
Perusahaan rokok bahkan membayar kampung-kampung untuk melakukan pekerjaan mengecat - mengubah satu lingkungan di Yogyakarta menjadi iklan Phillip Morris. Ibu dari bayi Muhammad Hafizh mengatakan pemerintah harus bergerak melawan industri tembakau.
"Kesulitannya di sini adalah begitu banyak hal yang disponsori oleh perusahaan rokok - seperti acara olahraga," katanya.
"Jika Pemerintah tidak bisa menutupnya, maka mereka harus menaikkan pajak agar rokok itu sangat mahal."
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.