Selasa 07 Nov 2017 17:26 WIB

Soal Penolakan Ceramah, Ini Kata Ketua Komisi Dakwah MUI

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis
Foto: ROL/Fakhtar Khairon Lubis
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia, KH Cholil Nafis menilai penolakan ustaz berceramah dilakukan dengan mekanisme yang tidak tepat. "Tak enak rasanya ketika mendengar penolakan kajian di Bangil meskipun saya sendiri tak setuju isi ajakan Khilafah yang dikumandangkan," ujarnya kepada Republika.co.id, Selasa (7/11).

Menurut dia, Feliz Ziauw hanya seorang muallaf dan motivator, bukan lah ustaz apalagi ulama. Namun, ia melihat mekanisme untuk menghalangi seseorang tersebut tidak lah tepat. "Jika sang motivator anggota HTI maka sebaiknya diserahkan pada mekanisme hukum dan penegak hukum. Demikian juga keberatan yang saya dengar di Garut," ucapnya.

Sebagai pendakwah, Kiai Cholil juga kurang setuju dengan penolakan terhadap Ustaz Bachtiar Nasir di Kabupaten Garut. Karena, menurut dia, di Indonesia sebagai negara yang menganut demokrasi, semua orang bebas menyampaikan pendapat apalagi menyampaikan pengajian di rumah ibadah.

 

"Jika tidak setuju dengan isi ceramah sang ustaz ya tak perlu datang dan cukup mengimbau jamaahnya tidak perlu hadir. Namun keberatan adanya pengajian kepada orang yang hendak mendengarkannya saya berpendapat kurang tepat secara hukum. Apalagi kita sesama muslim perlu menjaga ukhuwah bainal muslimin," katanya.

 

Namun, ia juga meminta agar para ustaz yang mendapat penolakan dari golongan tertentu tersebut juga introspeksi diri dan menyesuaikan ceramahnya dengan kondisi masyarakat sekitarnya, sehingga tidak mendapatkan penolakan lagi.

 

"Dakwah itu mengajak kepada kebaikan maka caranya pun yang baik sesuai dengan kondisi masyarakatnya. Seharusnya berdakwah dengan ilmu yang sudah diketahui dan cara yang disenangi umat," jelasnya.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement