Selasa 07 Nov 2017 18:42 WIB

KPK: Putusan MK Beri Harapan Perketat Aturan Remisi Koruptor

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (tengah) didampingi Majelis Hakim MK Anwar Usman (kiri) dan Manahan MP Sitompul (kanan) memimpin sidang dengan agenda pembacaan putusan uji materi UU terkait pemberian remisi di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (7/11).
Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (tengah) didampingi Majelis Hakim MK Anwar Usman (kiri) dan Manahan MP Sitompul (kanan) memimpin sidang dengan agenda pembacaan putusan uji materi UU terkait pemberian remisi di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (7/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, dengan ditolaknya seluruh permohonan uji materil Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang diajukan oleh tiga terpidana perkara korupsi Otto Cornelis Kaligis, Irman Gusman, dan Surya Dharma Ali oleh Mahkamah Konstitusi (MK), memberi harapan adanya aturan yang ketat terhadap remisi.

"Ketika MK menolak atau memutuskan terkait undang-undang, harapan kita semoga ini perjelas aturan pengetatan remisi," kata Febri di Gedung KPK Jakarta, Selasa (7/11).

Menurut Febri, terkait remisi sebenarnya sudah ada di pasal 34 A ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang syarat pemberian remisi bagi narapidana korupsi, salah satunya adalah menjadi justice collaborator (JC)

"Menurut kami PP 99 tersebut positif karena di sana ada pembatasan ketat remisi tindak pidana khusus termasuk korupsi. Seharusnya memang ketika hukuman dijatuhkan Majelis Hakim, maka sebaiknya semaksimal mungkin dijalani terpidana kasus korupsi. Kecuali memang yang bersangkutan menjadi JC atau syarat lain yang dipenuhi secara lebih ketat dalam PP remisi itu," terang Febri.

Sebelumnya, amar putusan MK menyatakan, tidak dapat menerima permohonan uji materi Pasal 14 ayat (1) UU Permasyarakatan terkait pemberian remisi yang diajukan oleh lima narapidana korupsi. "Amar putusan mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung MK Jakarta, Selasa (7/11).

Mahkamah dalam pertimbangannya menyebutkan, bahwa meskipun para pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.Namun, Mahkamah tidak memiliki wewenang untuk mengadili permohonan tersebut. Dalam pertimbangannya Mahkamah menyebutkan hal yang dipersoalkan sesungguhnya adalah peraturan pelaksanaan dari UU 12/1995 yang telah didelegasikan kepada Peraturan Pemerintah.

"Sehingga keberatan terhadap hal itu telah berada di luar yurisdiksi Mahkamah untuk memeriksa, mengadili, dan memutusnya," ujar Hakim Konstitusi Manahan Sitompul membacakan pertimbangan Mahkamah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement