REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Pemberontak Houthi bersedia menawarkan suaka politik kepada pangeran Arab yang ditangkap dan ditahan pihak Kerajaan. Penawaran datang setelah Mohammed bin Salman melakukan pembersihan korupsi terbesar dalam sejarah modern kerajaan tersebut.
Seorang sumber yang dekat dengan pimpinan Houthi mengatakan setiap pangeran Saudi atau yang mengalami pengungsian nasional akan disambut oleh Yaman, tetangga persaudaraan Saudi.
"Kami siap untuk menawarkan perlindungan kepada anggota keluarga Al Saud atau warga Saudi manapun yang ingin melarikan diri dari penindasan dan penganiayaan," kata sumber tersebut seperti dilansir Aljazirah, Rabu (8/11).
Menurutnya, tawaran itu dipastikan dapat dipertanggungjawabkan dan Houthi tidak tertarik untuk mendapatkan "jarak tempuh politik" dari situasinya.
Pada Ahad, 11 pangeran, empat menteri, dan beberapa mantan menteri ditahan atas tuduhan melakukan korupsi.
Daftar tahanan termasuk investor internasional Arab Saudi yang paling terkenal, miliarder Pangeran Alwaleed bin Talal. Juga menteri senior yang baru-baru ini dipecat seperti Pangeran Mitaab bin Abdullah, kepala Garda Nasional, dan Adel Faqih, menteri ekonomi.
Setelah pengumuman tersebut, Presiden Komite Revolusi pimpinan Houthi, Mohammed Ali al-Houthi, dan sepupu pemimpin kelompok tersebut Abdel-Malik al-Houthi, mengatakan setiap target rezim Saudi akan diterima di Yaman.
"Kepada sesama warga Al Saud, kepada siapa pun di keluarga yang berkuasa, kepada karyawan atau orang yang merasa ditargetkan oleh rezim, kami siap menyambut Anda dengan tangan terbuka untuk tinggal bersama kami sebagai saudara laki-laki kami yang tertindas," tulis Houthi pada laman Twitternya.
Perombakan pemerintah Saudi terjadi beberapa bulan setelah Raja Salman mengganti keponakannya Mohammed bin Nayef dengan putranya Mohammed sebagai putra mahkota kerajaan.
Mohammed bin Salman (32) bertanggung jawab untuk mempelopori perang di Yaman yang telah menewaskan sedikitnya 10 ribu orang, melukai 40 ribu lainnya, dan mendorong negara itu ke ambang kelaparan.
Operasi militer juga dipersalahkan karena penyebaran kolera, di mana diperkirakan 500 ribu orang Yaman telah menderita.