REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum RI memprediksi potensi konflik dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun 2018 lebih besar dari pelaksanaan sebelumnya. Ketua KPU RI Arief Budiman menilai beberapa faktor yang menyebabkan potensi konflik meningkat pada pilkada serentak 2018, adalah terkait waktunya berdekatan dengan pemilihan umum tahun 2019, banyaknya daerah yang menggelar pilkada, banyaknya pemilih, serta tingginya anggaran.
"Potensi konflik selama pilkada 2018 bagi kami (KPU) sepertinya tinggi, karena pertarungan di 2018 ini melibatkan paling banyak hal," kata Arief di gedung KPU RI Jakarta, Selasa (7/11).
Pelaksanaan pilkada serentak yang dijadwalkan berlangsung Juni 2018 diikuti oleh 171 daerah, yakni terdiri atas 17 provinsi dan 154 kabupaten-kota, bersamaan dengan tahapan persiapan pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden di 2019. Hal itu menjadi pekerjaan rumah besar bagi penyelenggara pemilu di daerah karena bekerja ekstra untuk pelaksanaan pilkada dan persiapan Pemilu 2019.
Selain itu, jumlah pemilih pilkada yang hampir menyerupai jumlah pemilih nasional juga menjadi faktor potensi konflik di daerah tinggi. "Jumlah pemilih di pilkada 2018 ada 158 juta, yang artinya itu 80 persen dari total pemilih nasional di 2019 yang mencapai 197 juta pemilih. Hal itu yang kemudian membuat kami memiliki banyak catatan di pilkada," tambahnya.
Terkait potensi konflik selama pilkada, Pemerintah telah bekerja sama dengan lembaga penyelenggara, KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memetakan kerawanan pemilu.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan Pemerintah bersama dengan lembaga penyelenggara pemilu telah memetakan kerawanan pemilu, khususnya di wilayah Papua dan Papua Barat.
"Saat ini, kami memang fokus pada Papua. Kami sempurnakan sistem noken itu bagaimana. Juga dengan pengalaman kemarin, suhu politik di Papua itu selalu memanas tatkala menjelang pilkada dan pemilu," kata Wiranto.
Wiranto mengatakan pihaknya bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah berkoordinasi untuk mempersiapkan langkah-langkah kewaspadaan guna menetralkan jika terjadi eskalasi kericuhan selama Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.