REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ketua Satgas Saber Pungli, Asep Kurnia, hari ini melakukan sosialisasi Perpres Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satgas Saber Pungli di DI Yogyakarta. Dalam kesempatan itu, ia turut mengungkapkan rekapitulasi laporan dugaan terjadinya pungutan liar di seluruh Indonesia.
Dari data yang telah dihimpun sejak 28 Oktober 2016 sampai 6 November 2017, ada 33.100 laporan dugaan pungli dari seluruh Indonesia yang masuk. Laporan melalui call center 2.381 laporan, sms 21.240 laporan, email 6.641 laporan, surat 652 laporan, dan pengaduan langsung 113 laporan.
Jenis laporan terbanyak di antaranya pelayanan masyarakat, hukum, pendidikan, perizinan dan kepegawaian. Walau belum terbukti terjadi pungutan liar, Jawa Barat jadi daerah dengan laporan pungli paling banyak, disusul DKI Jakarta, Sumatra Utara, Jawa Timur, Banten dan Lampung.
Sedangkan instansi, Kemendikbud jadi yang paling banyak dilaporkan, disusul Kepolisian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta TNI.
"Ada banyak faktor yang mengakibatkan besaran laporan terjadinya pungli, belum berarti yang dilaporkan banyak pungli, artinya ada satu kesadaran masyarakat untuk mau melaporkan dugaan terjadinya pungli," kata Asep yang ditemui di Hotel Alana, Kamis (9/11).
Untuk Operasi Tangkap Tangan (OTT) seluruh Indonesia, telah terjadi 1.206 OTT yang dilakukan Unit Pemberantasan Pungli (UPP) dan daerah, dengan tersangka sebanyak 2.435 orang. Barang bukti uang OTT sebanyak Rp 315.623.205.500, dengan UPP Kaltim jadi yang terbanyak dan UPP Papua Barat jadi yang terkecil.
UPP Kaltim mengamankan barang bukti sebesar Rp 298.627.205.900, sedangkan UPP Papua Barat hanya sebesar Rp 400.000 dari hasil OTT. Tindak lanjutnya, 505 tersangka dalam proses lidik atau sidik, 123 berkas sudah P19, 107 berkas sudah P21, delapan penuntutan, 12 sidang, 33 vonis, enam SP3 dan 412 diserahkan kepada instansi terkait.
Asep menilai, ada banyak faktor pula yang membuat kecilnya OTT jika dibandingkan banyaknya laporan, termasuk tingginya persentase masyarakat yang belum tahu tempat mereka melaporkan. Karenanya, ia berharap, lewat sosialisasi ke pelajar, mahasiswa, masyarakat dan UPP seperti ini bisa meningkatkan pemahaman.
"Bisa melalui call center ke 193, sms ke 1193, surat, aplikasi web, Instagram, Facebook, Twitter," ujar Asep.
Selain pemahaman yang kurang, ia merasa penganggaran daerah yang belum pas cukup membuat partisipasi masyarakat masih belum banyak, apalagi jika dilihat banyaknya UPP yang telah terbentuk. Karenanya, lewat sosialiasasi ini, ada konsolidasi yang terbangun baik dari penganggaran maupun operasional.
Namun, ia melihat perkembangan teknologi memberikan pula manfaat seperti sudah mulai banyak masyarakat yang saat melaporkan, sudah mencantumkan bukti-bukti berupa foto. Maka itu, dukungan teknologi yang sudah memperbanyak saluran tadi tinggal dibantu peran masyarakat untuk berani melapor.