Kamis 09 Nov 2017 19:33 WIB

Agar Lembaga Wakaf Lebih Profesional

Rep: Binti Sholikah/ Red: Gita Amanda
Pengunjung melihat Shari’a Expo dalam acara Indonesia Shari'a Economic Festival (ISEF) 2017 di Grand City, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (8/11).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Pengunjung melihat Shari’a Expo dalam acara Indonesia Shari'a Economic Festival (ISEF) 2017 di Grand City, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (8/11).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Untuk menjadikan lembaga wakaf menjadi lebih profesional, transparan, dan

akuntabel, saat ini sedang disiapkan acuan pengelolaan wakaf internasional atau Waqf Core Principles (WCP). Bank Indonesia bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan akademisi sedang menyusun acuan tersebut.

Upaya tersebut mendapat dukungan penuh dari Presiden Direktur Global Wakaf, Imam Teguh Saptono. Namun, nantinya dalam pelaksanaan WCP, Imam menilai sebaiknya lembaga wakaf diklasifikasi terlebih dahulu selayaknya bank.  

"Jadi nanti lembaga wakaf ada baiknya diklasifikasi juga. Artinya, tidak seluruh WCP yang kemarin didiskusikan dalam public hearing, yang ada 28 butir itu, langsung berlaku untuk seluruh lembaga wakaf," ucap Imam kepada Republika, di sela-sela pelaksanaan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2017 di Grand City Convex Surabaya, Kamis (9/11).

Imam menjelaskan, ada beberapa item dalam WCP yang berkaitan jika lembaga wakafnya sudah menjalankan wakaf tunai (cash waqf) maupun wakaf tunai secara temporer (cash waqf temporary). Selain itu, dalam perjalanannya nanti, Imam juga menilai perlunya dilakukan revisi terhadap undang-undang wakaf.

Sebab, untuk melaksanakan WCP yang ideal akan lebih sulit jika dilaksanakan lembaga wakaf perorangan. Selama ini, wakaf perorangan masih diakomodasi oleh undang-undang wakaf. "Jadi harapannya ke depan lembaga wakaf sebaiknya memang bukan perorangan tapi badan hukum atau yayasan," jelasnya.

Bank Indonesia bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan melibatkan ekonom Universitas Padjajaran tengah menyusun acuan wakaf internasional atau Waqf Core Principles (WCP). Naskah WCP yang terdiri dari 28 butir tersebut didiskusikan dalam kegiatan dengar pendapat yang berlangsung sepanjang perhelatan ISEF 2017.

Ketua BWI, Muhamad Nadratuzzaman Hosen, mengatakan, penyusunan WCP masih ada beberapa tahap sebelum finalisasi. Kendati begitu, dia memastikan 28 butir WCP sudah lengkap semua.

"Masih ada pembahasan lagi oleh beberapa peserta dari negara-negara tetangga. Ada dari Selandia Baru, Afrika Selatan, Bosnia dan beberapa negara lain. Kita juga ingin lembaga wakaf di luar negeri itu menyetujui. Karena ini bukan milik Indonesia saja, harus jadi milik dunia," kata Nadratuzzaman kepada Republika.co.id seusai acara dengar pendapat.

Menurutnya, salah satu acuan WCP tersebut menekankan pada pengawasan untuk lembaga nazir agar pengelolaannya berjalan dengan baik. Sebab, pengelolaan wakaf menyangkut amanah dari umat. BWI berkeinginan dengan adanya WCP tersebut kepercayaan masyarakat kepada lembaga-lembaga pengelola wakaf meningkat.

"Dengan adanya WCP ini kita ingin masuk pada lembaga wakaf yang modern, bisa dipertanggungjawabkan, transparan, akuntabel, dan akhirnya meningkatkan partisipasi masyarakat untuk berwakaf," imbuhnya.

Tujuan akhirnya adalah dapat memasuki dunia baru dalam manajemen perwakafan, sehingga masyarakat semakin percaya dan makin ingin memberikan dana wakafnya kepada lembaga-lembaga wakaf serta bermanfaat untuk masyarakat yang membutuhkan.

"Apalagi sekarang pemerintah melalui KNKS (Komite Nasional Keuangan Syariah) memanfaatkan dana zakat dan wakaf untuk kepentingan pembangunan karena APBN ini kan tidak sebanyak yang kita harapkan. Banyak sekali pembangunan infrastruktur sehingga diharapkan dana wakaf bisa untuk infrastruktur," kata Nadratuzzaman.

Dian Masyita Telaga, Project Manager WCP mengatakan, tujuan penyusunan WCP adalah memberikan aturan-aturan pengawasan pengelolaan wakaf yang profesional agar dapat meminimalisasi risiko kecurangan (fraud). Apalagi, dana yang dikelola berasal dari umat. "Dengan WCP ini nantinya pengelolaan wakaf akan lebih profesional, lebih aman sehingga tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga wakaf bisa tinggi yang membuat pendanaan wakaf besar," jelas ekonom dari Unpad ini.

Menurut Dian, penyusunan WCP telah dilakukan selama empat tahun terahir. Dalam penyusunan WCP juga mengundang dari negara-negara lain, seperti Arab Saudi, Kuwait, Afrika Selatan, Bahrain, Inggris, Selandia Baru, Australia, Malaysia, Sudan, Bosnia, Brunei Darussalam, Filipina, dan Singapura.

WCP tersebut juga mengakomodasi negara-negara dengan penduduk Muslim minoritas seperti di Australia, Singapura, Inggris, Selandia Baru dan Afrika Selatan. Di negara-negara tersebut sudah ada tanah-tanah wakaf. Bahkan, di Singapura tanah wakaf lokasinya strategis sehingga bisa dikelola secara produktif. Bila telah diluncurkan, WCP tersebut akan berlaku secara internasional.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement