REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Otoritas Israel, Rabu (8/11), mengumumkan daerah di dekat perbatasan Jalur Gaza telah menjadi zona militer tertutup. Dengan pengumuman tersebut, warga Israel dilarang mendekati atau memasuki zona tersebut guna menghindari potensi serangan oleh pejuang Palestina.
Dilaporkan laman Middle East Monitor, keputusan oleh otoritas Israel ini diambil setelah mereka membombardir sebuah terowongan lintas perbatasan di Jalur Gaza pada akhir Oktober lalu. Sebanyak 12 pejuang Palestina dilaporkan tewas akibat serangan tersebut.
Segera setelah pengeboman terowongan, Israel mengumumkan daerah di sekitar terowongan itu sebagai zona militer tertutup. Namun pada 5 November keputusan tersebut dibatalkan. Dan pada Rabu lalu, Israel kembali menyatakan daerah di dekat perbatasan Jalur Gaza sebagai zona militer tertutup.
Belum ada keterangan terperinci mengapa Israel menjadi daerah perbatasan tersebut sebagai zona militer tertutup. Panglima Distrik Selatan di Angkatan Darat Israel Mayjen Eyal Zamir juga belum memberi pernyataan resmi soal perubahan status di zona perbatasan Jalur Gaza.
Serangan Israel ke sebuah terowongan di Jalur Gaza membuat geram tokoh-tokoh Palestina. Menurut mereka, serangan ke terowongan yang menewaskan warga sekaligus pejuang Palestina itu sebagai upaya Israel melemahkan upaya rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas.
"Agresi di Jalur Gaza adalah agresi terhadap semua orang Palestina. Agresi Israel terhadap rakyat Palestina tidak akan pernah berhenti," ujar anggota Komite Sentral Fatah Azzam Al-Ahmad pada awal bulan ini merespons serangan Israel ke terowongan di Jalur Gaza.
"Israel mencari dalih palsu untuk membenarkan serangan agresifnya guna melemahkan upaya terus menerus untuk mengakhiri perpecahan (Hamas dengan Fatah), mencapai rekonsiliasi nasional, dan meraih kembali harapan bagi rakyat Palestina," kata Al-Ahmad.
Ia menegaskan agresi Israel tak akan mempengaruhi rekonsiliasi Fatah dengan Hamas. "Rakyat Palestina menuju ke arah yang benar untuk mengakhiri perpecahan ini," ucapnya.