REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Marsha Timothy menjadi sosok perempuan yang terlihat gahar dan kejam dalam film Marlina si Pembunuh Dalam Empat Babak. Film ini mengisahkan Marlina, yang diperankan Marsha, harus melawan kawanan perampok berjumlah tujuh orang.
Kawanan perampok tersebut dipimpin oleh Markus (Egi Fredly), yang mati dipenggal oleh Marlina karena hendak memperkosanya. Sebelum itu, empat orang anak buah Markus juga mati diracun oleh Marlina.
Namun, matinya lima perampok itu bukanlah akhir dari cerita. Itu hanyalah babak pertama dari empat babak yang mengisi film bergenre Western tersebut. Genre itu merupakan barang baru dalam perfilman Indonesia.
Babak kedua justru menjadi awal perjalanan Marlina mencari keadilan. Dengan membawa kepala Markus yang di penggal, ia mencoba menuju kantor polisi.
Selama perjalanan itulah Marlina bertemu dengan Novi (Dea Panendra), yang tengah menunggu kelahiran bayinya karena telah mengandung 10 bulan. Dalam perjalanan, Marlina bertemu dengan dua perampok yang mencarinya karena tahu bos dan empat rekannya telah dibunuh.
Film yang disutradarai oleh Mouly Surya tersebut memang mencoba mengambil tema ala koboi. Namun, jangan berharap Anda akan mendapatkan aksi kejar-kejaran ataupun perkelahian. Dan, setelah ditayangkan dalam sejumlah festival di luar negeri film ini akan segera tayang di Indonesia.
Mouly lebih memilih tempo film yang lambat. Bahkan, meski mengambil tema pembunuh maupun dendam, tidak ada luapan emosi yang berlebihan. Segala adegan perampokan dan pemerkosaan pun terjadi begitu 'sopan'.
Kawanan perampok masuk dengan mengetuk pintu lalu minta dibuatkan makan oleh Marlina. Itu pun sempat memilih antara soto atau sop. ''Dari sutradara memang menginginkan karakter perempuan yang tidak mengeluarkan emosi yang meluap-meluap,'' kata Marsha, usai pemutaran film, Kamis malam (9/11).
Justru, kata dia, disitulah letak kesulitan memerankan sosok Marlina. Sebab, menjadi tantagan tersendiri jika seseorang dirampok dan diperkosa namun tidak boleh nangis ataupun cengeng.
Film ini dibagi menjadi empat babak, selain babak perampokan dan perjalanan juang wanita, ada juga babak pengakuan dosa dan tangis bayi di babak ketiga dan keempat. Pembagian ini membuat plot film menjadi tidak teratur. Apakah mengedepankan adegan pembunuhan ataukah psikologi.
Sang Sutradara mengungkapkan, produksi film itu dilakukan selama tiga tahun sejak 2014. Ia mendapat ide dari Garin Nugroho, seorang produser film, untuk mengangkat cerita perempuan Sumba.
Mouly menegaskan, film ketiganya ini mengajak masyarakat keluar dari zona nyama untuk bisa menikmati film. Ia merasa film tersebut penting dibuat agar film Indonesia bisa berkembang. ''Kita patut keluar dari zona nyaman,'' katanya.
Dalam menggarap film ini, Mouly melakukan riset ke berbagai daerah di Sumba. Dengan berinteraksi bersama warga sekitar, baca buku, sehingga film memang banyak memasukan unsur budaya.
Mouly menggandeng Zeke Khaseli dan Yudhi Arfani untuk mengerjakan scoring film 'Marlina' yang kental akan nuansa koboy. Ini juga merupakan kali ketiga Mouly Surya berkolaborasi dengan Zeke Khaseli.