REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Program Lembaga Survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas menilai Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang berpotensi terpilih 2019 akan bergantung perkembangan isu yang ada. Isu yang berkembang di masyarakat dan menjadi perhatian publik nasional dan internasional saat itu akan menjadi pertimbangan pemilih.
Sirojudin mencontohkan, jika isu yang menguat jelang Pilpres adalah soal keamanan atau ancaman dari luar dan dalam negeri, maka pilihan untuk menampilkan sosok Cawapres yang kuat berwibawa dan memiliki latar belakang militer atau kepolisian bisa jadi pilihan. Isu lainnya, seperti halnya ekonomi atau menyangkut rentetan peristiwa dan isu SARA juga boleh jadi membutuhkan sosok relevan.
"Ingat saat 2014 ketika memilih Pak JK (Jusuf Kalla), itu satu dasarnya yaitu memberikan garansi ke masyarakat bahwa wakilnya itu orang berpengalaman, mengerti ekonomi dan punya koneksi luas," katanya, Kamis (9/11).
Sementara Jokowi saat Pilpres 2014, menurutnya, memang memiliki kelemahan di situ. "Orang kampung, dari Solo, belum punya koneksi, belum pengalaman, belum punya otoritas pada aspek ekonomi," kata dia.
Di samping itu, dia juga memaparkan peluang keleluasaan Jokowi memilih Cawapres mengingat elektabilitasnya belum terkalahkan di kisaran 40 hingga 50 persen. Hanya, Jokowi juga perlu memilih calon pendamping yang bisa mengerek suara agar terus meningkat.
"Kalau untuk Pak Jokowi pasti maju lagi. Kalau pak Prabowo saya kira belum. Dan betulkah hanya ada dua? Siapa tahu ada tiga," katanya.