REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro menilai bertumbangnya sektor ritel saat ini menjadi tren dunia di mana dengan semakin majunya teknologi, perdagangan kini bergeser dari perdagangan fisik ke perdagangan elektronik atau e-commerce.
"Mungkin ada masalah dengan daya beli tapi kita juga tolong perhatikan di AS sektor ritelnya juga tumbang, banyak toko tutup karena e-commerce. Artinya ini tren dunia yang suatu saat akan masuk Indonesia dan mungkin gejalanya sudah mulai di Indonesia," ujar Bambang di Jakarta, Jumat (10/11).
Bambang juga menuturkan, Badan Pusat Statistik (BPS) saat ini belum bisa menangkap transaksi online atau informal, padahal jumlahnya banyak. Ia akan meminta BPS ke depannya bisa mencatat denyut konsumsi, khususnya konsumsi dalam bentuk online, yang sebenarnya dari masyarakat.
"Sekarang kita mana tahu. Kalau ada datanya berarti BPS punya, ini kan orang hanya memperkirakan. Yang pakai Tokopedia, Lazada, dan sebagainya itu mungkin yang kelihatan, yang lewat Instagram, Facebook, memangnya ketangkap sama BPS atau otoritas," kata Bambang.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia menurut pengeluaran pada kuartal III-2017 tumbuh mencapai 5,06 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) yang peningkatannya didorong oleh semua komponen. Seluruh komponen PDB pengeluaran tumbuh positif. Pertumbuhan yang tertinggi adalah ekspor yaitu 17,27 persen. Investasi yang ditunjukkan dengan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 7,11 persen. Sedangkan konsumsi Rumah Tangga (RT) tumbuh 4,93 persen dan konsumsi pemerintah paliing rendah pertumbuhannya yaitu 3,46 persen.
Terkait dengan ekspor, sebagian besar ekspor Indonesia ditujukan ke Cina, Amerika Serikat, Jepang, India, dan Singapura. Ekspor nonmigas tumbuh 20,51 persen (yoy) dengan komoditas utamanya adalah lemak dan minyak hewan nabati. Sementara ekspor migas tercatat tumbuh 3,20 persen (yoy).
Ekspor jasa juga tumbuh 12,40 persen seiring dengan peningkatan jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia dan juga penerimaan devisa yang masuk dari pariwisata. Di sisi lain, impor barang dan jasa berkontribusi sebesar 18,82 persen sebagai faktor pengurang dalam PDB dan mengalami pertumbuhan sebesar 15,09 persen (yoy).
"Impor barang konsumsi naik dan naiknya sebesar 17 persen. Kemarin kita ekspor besar, impornya juga besar. Biasanya impor besar barang modal sama penolong, ini ternyata impor barang konsumsinya juga naik karena online makin kencang. Ia beli barang impor mungkin murah atau memang disenangi oleh konsumer," ujar Bambang.