REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan rasio kredit bermasalah atau Nonperforming Loan (NPL) pada 2018 dapat ditekan di bawah dua persen. Saat ini, rasio NPL masih berada di level 2,93 persen.
"Target kita serendah mungkin. Saya inginnya di bawah dua persen," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana di Kantor Pusat OJK, Jakarta, Jumat (10/11).
Semakin kecil rasio NPL, kata dia, maka daya dorong terhadap pertumbuhan ekonomi akan lebih besar.
Untuk mencapai target rasio NPL yang rendah, Heru mengatakan, stabilitas industri perbankan menjadi kunci utama. "Maka saya fokuskan mereka untuk stabil, baru dorong mereka untuk tumbuh," kata Heru.
Saat ini, OJK mencatat, kredit macet terbanyak berasal dari sektor pertambangan. Meski tidak menyebut persentasenya, Heru mengatakan kontribusi sektor tambang terhadap NPL angkanya terus turun.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat selama periode Januari-Oktober 2017 pertumbuhan kredit perbankan baru mendekati angka empat persen. Sebelumnya OJK menargetkan, sampai akhir 2017, pertumbuhan kredit tersebut dapat menembus angka 10 persen.
Menurut Heru, pertumbuhan kredit yang masih melambat di 10 bulan pertama 2017 terjadi karena perbankan masih melakukan konsolidasi setelah adanya relaksasi. Hasil konsolidasi itu, kata dia, mulai nampak dari turunnya rasio kredit bermasalah dari tiga persen menjadi 2,93 persen.