REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, mengatakan pemerintah bersikap cermat dan hati-hati dalam menerapkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai penulisan aliran kepercayaan pada kolom agama di KTP-elektronik. Saat ini dia mengatakan, Kemendagri sedang melakukan pendataan menyeluruh terhadap berbagai aliran kepercayaan di Indonesia.
"Sekarang ini, dengan adanya putusan MK kami perlu bersikap hati-hati. Secara prinsip pemerintah akan melaksanakan putusan MK yang final dan mengikat tapi pendataannya kami butuh waktu," ungkap Tjahjo kepada wartawan di Kantor Kemendagri, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (10/11).
Tindak lanjut yang saat ini dilakukan Kemendagri yakni berkoordinasi dengan Kememterian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait jumlah dan status berbagai aliran kepercayaan di Indonesia. Setelah itu, data tersebut akan diteliti ulang dengan data yang ada di Kejaksaan Agung.
Sementara itu, terkait teknis penulisan aliran kepercayaan pun terlebih dulu akan dicek apakah berafiliasi dengan agama tertentu. "Nanti akan kami cek apakah Islam, Kristen, Hindu, sampai Konghucu kan harus ditulis, apakah di bawahnya kalau di luar itu hanya cukup ditulis aliran kepercayaan, atau harus ditulis misalnya Sunda Wiwitan. Ini juga perlu kita bahas dulu. Saya belum bisa memutuskan," tegas Tjahjo.
Pada Selasa (7/11), MK memutuskan mengabulkan permohonan para pemohon uji materi terkait Undang-undang (UU) Administrasi Kependudukan (Adminduk). Kata 'agama' yang ada pada Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Adminduk dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk 'kepercayaan'. Uji materi terhadap pasal-pasal tersebut diajukan oleh empat orang pemohon. Mereka adalah Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim.