Jumat 10 Nov 2017 20:12 WIB

KPK Apresiasi Respons Presiden Jokowi

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kanan) didampingi Jubis KPK Febri Diansyah (kiri) memberikan keterangan kepada media saat konferensi pers di  Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/11).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kanan) didampingi Jubis KPK Febri Diansyah (kiri) memberikan keterangan kepada media saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menilai respons Presiden Jokowi sebagai hal yang wajar. Menurut Saut, Presiden tengah menjalankan komitmen program Nawacita Presiden.

"Saya lihat ini tidak aneh (respons) kalau itu disampaikan karena itu nawacita program keadilan negara termasuk keadilan negara dalam hukum sudah tercantum bahwa pemberantasan atau kehadiran negara yang tidak disebut itu, ini kan kehadiran negara dalam tindakan antikorupsi," kata Saut di Gedung KPK Jakarta, Jumat (10/11).

Menurut Saut surat permohonan pencegahan yang ia kirimkan ke Imigrasi sudah cukup kuat karena KPK mempunyai kewenangan untuk mencegah orang ke luar negeri sesuai Undang-undang. Sehingga tidak mungkin surat yang ia tandatangani itu palsu. "Ya enggaklah (surat pencegahan palsu, Red). Lihat saja yang tanda tangan itu kan saya, itu keputusan berlima, itu kan bukan keputusan Saut Situmorang pribadi. Kalau itu dibilang palsu ya gimana ya? Yang memalsukan itu jangan-jangan yang bilang saya palsu," kata Saut.

Namun, Saut pun tak memungkiri bila KPK bisa juga melakukan kesalahan dan mempunyai kelemahan. Saut pun tidak takut ditetapkan sebagai tersangka dalam perjuangan antikorupsi. Menurutnya, perjuangannya tidak sesusah penyidik senior KPK Novel Baswedan.

Sementara Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan apresiasi ihwal apa yang disampaikan Presiden. "Karena memang KPK yakin pencegahan ke luar negeri pada tanggal tersebut sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dan memang dari KPK bersama di Kemenkumham. Dengan putusan MK UU Imigrasi itu," tutur Febri.

Bahkan, sambung Febri, pencegahan bukan hanya diterapkan ke Novanto saja. "Ada sembilan orang total sehingga prinsip semua sama. Prinsip tidak ada yang khusus dan spesial kita terapkan. Dan sama saja dengan kasus yang lain dan berdasarkan KUHP dan UU KPK. Kita harap semua pihak memberikan dukungan dalam proses apapun. Agar kita bisa membuktikan perkara korupsi ini. bersama-sama dengan siapa saja dan perannya apa saja," ujar Febri.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar tak ada kegaduhan dalam proses hukum yang dilakukan oleh Polri terhadap kasus yang dituduhkan pada Ketua KPK Agus Raharjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Jokowi memerintahan Polri untuk menghentikan penyidikan jika tidak ada bukti yang kuat. "Saya minta agar tidak ada kegaduhan. Ada proses hukum," kata Jokowi di Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat (10/11).

Proses hukum yang dilakukan pun harus sesuai dengan bukti dan fakta yang ada. Jokowi mengaku telah memerintahkan agar kepolisian menghentikan penyidikan jika tak berdasarkan bukti dan fakta. "Tapi saya sampaikan jangan sampai ada tindakan-tindakan yang tidak berdasarkan bukti dan fakta. Saya sudah minta untuk dihentikan kalau ada hal seperti itu. Dihentikan," tegas Jokowi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement