REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, mengatakan, ada unsur politik dan dendam dalam penetapan kliennya sebagai tersangka kembali oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain membuat pelaporan pidana, pihaknya juga akan mengajukan praperadilan dalam waktu dekat ini.
"Ya, ini ada unsur politik dan dendam. Apakah bersama-sama (dalam mengambil keputusan) itu domain penyidik. Biarlah penyidik yang membuka, mengungkap, mencari. Polisi kita hebat loh, tindak pidana apa pun bisa diungkap," terang Fredrich di Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (10/11) malam.
Menurut Fredrich, dalam penetapan kliennya sebagai tersangka terdapat intervensi. Ia mengatakan, pihak-pihak 'baju kuning' menjadi sasaran penangkapan. Orang-orang dari partai tersebut banyak yang ditangkap operasi tangkap tangan (OTT).
"Jelas ada intervensi di sini. Lihat saja, dalam waktu dekat lima-lima kuning-kuning ditangkap OTT. Kenapa tidak ada baju lain yang ditangkap? Kita bukan anak kecil. Saya bukan politikus, tapi dengan main politik, penegak hukum itu benar-benar haram," terang dia.
Ia menilai, KPK melakukan balas dendam karena sudah ditetapkan diduga melakukan kejahatan. KPK lanjut dia, membikin gaduh setiap terjadi kasus, beda dengannya yang diam-diam saja. "Sekarang yang bikin gaduh siapa? Pernahkah saya memanggil wartawan heboh? Saya banyak puluhan kasus, ratusan kasus, pernah tidak manggil wartawan? Tidak pernah, diam-diam saja saya," jelas Fredrich.
Fredrich menjelaskan, Pasal 20A menyatakan anggota dewan mendapatkan hak imun dan tidak bisa dituntut. Anggota dewan, kata dia, tidak bisa diperiksa. Untuk memeriksa, lanjut dia, perlu meminta izin kepada Presiden. "Sudah diberikan kesempatan untuk minta izin pada Presiden. Kenapa sih? Kok begitu berat, begitu takut untuk minta izin dari presiden? Kemarin saat saya di TV kan Pak Johan Budi mengatakan sampai hari ini belum ada permohonan untuk periksa," katanya.
Karena itu, KPK ia nilai melecehkan anggota dewan yang dipilih oleh rakyat. Ia juga menganggap KPK melakukan penghinaan terhadap hukum dengan tak menaati putusan praperadilan yang lalu. "Ya jelas contempt of court, penghinaan terhadap pengadilan. Bagaimana seorang penegak hukum kalau dia tak taat hukum. Apakah dia masih layak disebut penegak hukum?" kata Fredrich.
Setelah melakukan pelaporan ke Bareskrim Polri malam tadi, Fredrich mengungkapkan, pihaknya juga akan mengajukan praperadilan dalam waktu dekat. Ia juga mengaku langkah KPK itu sudah pihaknya prediksi sebelumnya. "Kita sudah tahu mereka akan melawan. Kita tahu banget mereka akan melawan. Jadi bagi saya, silakan lawan, tapi saya yakin hukum itu panglima," terang dia.