REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Universitas Gunadarma Toto Sugiarto, mengatakan, penetapan kembali Setya Novanto sebagai tersangka pengadaan KTP-elektronik oleh KPK, bukan merupakan sebuah upaya pengerdilan terhadap Partai Golkar seperti yang dikatakan oleh kuasa hukum SN, Jumat (10/11) kemaren. Ia menilai bahwa upaya yang dilakukan oleh KPK merupakan hal yang sudah seharusnya dilakukan sebagai lembaga antikorupsi, jika seseorang terindikasi melakukan korupsi.
Menurutnya, penetapan Setnov sebagai tersangka tentu sudah melalui berbagai pertimbangan dan melalui proses hukum oleh KPK. "Saya kira KPK punya standar-standar operasi tertentu untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. Jadi tidak bisa dikatakan bahwa itu politik, tentu tidak,' katanya ketika dihubungi Republika.co.id, Sabtu (11/11).
Dia mengatakan KPK pasti sudah mempunyai alat-alat dan bukti yang jelas dalam menetapkan Setnov kembali menjadi tersangka pengadaan KTP-el yang merugikan negara hingga 5,9 triliun rupiah tersebut. "Saya kira ada istilahnya itu alat-alat bukti atau barang bukti yang jelas untuk mempertegaskan dia (Setnov sebagai tersangka, Red). Kalau tidak ada barang bukti yang cukup kan tidak mungkin bisa," tambahnya.
Selain itu, Toto berpendapat bahwa hal yang dilakukan oleh Kuasa Hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi yang mengatakan akan mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka SN oleh KPK untuk kedua kalinya, merupakan hal yang boleh saja dilakukan sebagai seorang kuasa hukum untuk melindungi kliennya. "Segala langkah akan dilakukan oleh kuasa hukum untuk menyelamatkan kliennya, apapun yang dilakukan ya silakan saja, wajar-wajar saja. Wajar saja untuk melepaskan diri dari jerat hukum," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Kuasa Hukum SN, Fredrich Yunadi mengatakan, akan megajukan praperadilan terkait ditetapkannya kembali SN sebagai tersangka dalam pengadaan KTP-el yang merugikan negara hingga 5,9 triliun rupiah. Ia juga mengatakan, pihaknya akan melaporkan tindak pidana sebagaimana Pasal 414, 421, dan Pasal 23 Undang-undang (UU) No 31/1999 tentang melawan putusan pengadilan. Selain itu, ia juga menganggap bahwa pihaknya akan melakukan manuver politik karena penetapan terhadap SN merupakan upaya pengerdilan terhadap Partai Golkar.