REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk menargetkan izin prinsip pemisahan (spin off) Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS) bisa dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Desember 2017. Direktur Utama Bank Jatim, Soeroso, mengatakan Bank Jatim sedang mengajukan perizinan ke OJK.
Dia mengklaim semua persyaratan sudah dilengkapi, tinggal menunggu proses perizinan. Dokumen pendukung untuk izin prinsip telah diserahkan ke OJK pada 31 Oktober 2017.
"Akhir tahun ini kami prediksikan. Izin prinsip kami usahakan mudah-mudahan Desember. Tapi proses turunnya izin kewenangan OJK. Harapannya semakin cepat semakin baik," kata Soeroso saat ditemui Republika di sela-sela acara Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2017 di Grand City Convex, Surabaya, akhir pekan ini.
Menurut Soeroso, izin untuk mendirikan bank umum syariah memiliki beberapa tahapan. Setelah nantinya izin prinsip disetujui, kemudian perusahaan mengajukan izin operasional.
Izin prinsip tersebut salah satunya menentukan jajaran direksi maupun pengurus. Tahapan lainnya setelah izin prinsip disetujui yakni adanya fit and proper test bagi jajaran direksi yang diajukan.
"Aturan dalam Peraturan OJK kan unit usaha syariah harus spin off maksimal tahun 2023. Karena kan syariah ini sendiri persyaratan juga harus menggedukasi masyarakat. Ya kami ikuti proses yang berjalan di OJK," imbuhnya.
Dalam pengajuan izin tersebut, Soeroso mengakui OJK sangat responsif. Namun, Bank Jatim masih memiliki kendala dalam hal permodalan yang akan disuntik dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Jumlah modal yang akan disetor ditargetkan sebesar Rp 500 miliar secara bertahap selama tiga tahun. "Saya punya keyakinan karena ini untuk kepentingan umat," ujarnya.
Bank Jatim Syariah mempersiapkan strategi spin off dari Bank Jatim pada 2018 untuk dapat bersaing di industri perbankan syariah. Strategi Bank Jatim Syariah antara lain, pengembangan pasar yang unik dan berbeda dari produk bank konvensional, menambah pasar sasaran, saluran distribusi dan segmen yang lebih variatif.
Juga, strategi pengembangan produk dengan menciptakan produk-produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar syariah.
Kinerja Bank Jatim Syariah pada akhir September 2017 mencatatkan aset yang tumbuh 7,17 persen (yoy) dari sebelumnya sebesar Rp 1,56 triliun menjadi Rp 1,68 triliun.
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 9,98 persen (yoy) dari sebelumnya sebesar Rp 952,53 miliar menjadi Rp 1,05 miliar. Pembiayaan tumbuh 9,79 persen (yoy) dari sebelumnya sebesar Rp 795,17 miliar menjadi Rp 881,45 miliar.
Pada 2018 Bank Jatim Syariah memiliki fokus di antaranya meningkatkan kualitas Sumber Daya Insani (SDI), IT, kecepatan bisnis proses dan mutu layanan. Di sektor pembiayaan ritel dan mikro, Bank Jatim Syariah akan menjalankan program unggulan yang mengedukasi dan mencetak wirausaha baru dengan pola klaster.
Kerja sama tersebut antara lain dengan lembaga dibawah naungan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Pimpinan Wilayah Aisyah serta Pimpinan Wilayah Nadhatul Ulama di Jawa Timur.
Bank Jatim Syariah menetapkan target pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada 2018 sebesar 5,2 persen, dengan fokus pada peningkatkan komposisi CASA (dana murah) sebesar 27-28 persen. Dalam mengejar pertumbuhan asset produktif, Bank Jatim Syariah menetapkan rencana bisnis 2018 di sektor pembiayaan sebesar 15-20 persen.
Target tersebut akan dicapai melalui kerja sama dengan kementrian PU-PR, khususnya terkait perumahan rakyat untuk pembiayaan ke masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah di Jawa Timur.
Secara umum pembiayaan oleh Bank Jatim Syariah di sektor UMKM, Konsumer dan Mikro Pra Sejahtera sebesar 75 persen sisanya sebesar 25 persen untuk pembiayaan korporasi seperti pembiayaan sindikasi BIJB (Bandara Internasional Jawa Barat) serta membiayai pembangunan Rumah Sakit dan Perguruan Tinggi.