Ahad 12 Nov 2017 18:32 WIB

Balita Tewas Korban KDRT, KPAI: Masya Allah...

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Agus Yulianto
Balita tewas akibat KDRT (ilustrasi)
Foto: zonaberita.com
Balita tewas akibat KDRT (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Siapa pun yang mendengar kabar kematian seorang anak akibat dianiaya ibu kandungnya, tentu tercengang. Begitu pun Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang ikut miris dengan fakta masih ada ibu kandung yang tega membunuh buah hatinya sendiri.

"Masya Allah," ujar Ketua KPAI Susanto kepada Republika.co.id, Ahad (12/11). KPAI akan bekerja sama dengan kepolisian, berkoordinasi untuk mendalami kasus-kasus kekerasan terhadap anak seperti yang dialami balita GW.

"Seyogianya RT dan RW bisa menjadi sentra dan ujung tombak perlindungan anak. Peran RT dan RW tidak hanya memberikan pelayanan administratif, tetapi juga menjadi pelopor pencegahan kekerasan terhadap anak," kata dia lagi.

Kejadian nahas menimpa balita berusia empat tahun (GW) yang harus merenggut nyawa, lantaran disemprot dengan obat antiserangga. Ibu kandungnya melakukan hal sadis itu karena GW mengompol dan terus menangis.

Kapolres Jakarta Barat Kombes Roycke Harry Lainge mengungkapkan, pelaku NW (30 tahun), juga sempat melakukan pemukulan sebelum akhirnya membunuh korban. "Dari keterangan tersangka, korban ini sering ngompol. Sehingga pelaku kesal lalu melakukan tindakan ya mungkin hukuman, tapi berakibat fatal," kata dia di Polres Jakarta Barat, Ahad (12/11).

Kejadian terjadi di Jalan Asem Raya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pukul 17.30 WIB. Penyidikan sudah diambil kepolisian termasuk langkah pemeriksaan, visum maupun otopsi. Tanda-tanda pada korban, lebam di tangan kiri dan kanan, di muka ada kebiruan.

"Pelaku menggunakan ini (obat antiserangga) untuk mendiamkan anaknya yang nangis. Sehingga disemprot supaya dia diam. Padahal, kita tahu sama-sama ini kan racun," ucap Roycke.

Kepolisian masih terus memeriksa, tetapi sementara dari keterangan berapa saksi, bahwa pelaku normal. Tapi tetap karena ini kejadian yang di luar dugaan, polisi akan tetap melakukan pemeriksaan kejiwaan.

Dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2014, pelaku NW yang juga merupakan single parent bekerja sebagai tukang cuci, akan dijerat pasal 80 ayat 3 dan pasal 76 C. Dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement