REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern mengatakan dirinya akan kembali membahas masalah ratusan pengungsi pria di Pulau Manus dengan Perdana Menteri Malcolm Turnbull ketika kedua pemimpin tersebut bertemu di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Filipina pekan ini.
Sekitar 420 orang pencari suaka dan pengungsi memilih untuk tetap berada di pusat penahanan Pulau Manus yang sekarang telah ditutup tanpa persediaan makanan, air atau medis selama hampir dua minggu.
Mereka menolak untuk pindah ke akomodasi baru yang disediakan untuk mereka di tempat lain di pulau Manus karena mereka mengatakan mereka tidak akan aman di sana.
Ditanya mengenai laporan bahwa otoritas Papua Nugini akan segera menyingkirkan orang-orang dari pusat tersebut, PM Jacinda Ardern mengatakan bahwa dia sekali lagi akan mengangkat penawaran negaranya untuk mengambil para pengungsi dari Pulau Manus tersebut dengan PM Malcolm Turnbull.
"Saya telah mengupayakan masalah ini dari perspektif Selandia Baru," katanya dalam sebuah konferensi pers di KTT APEC di Vietnam (12/11).
"Kami melihat kami memiliki peran untuk dimainkan di sini, kami sangat ingin memainkan peran itu dan seperti yang saya katakan, saya akan melakukan pembicaraan lain dengan Perdana Menteri [Malcolm Turnbull] di Filipina."
Kedua pemimpin tersebut sudah pernah mendiskusikan tawaran lama Selandia Baru untuk memukimkan kembali 150 orang pria dari pusat penahanan Australia di Papua Nugini dan Nauru lebih dari seminggu yang lalu.
Turnbull memilih untuk tidak menerima tawaran tersebut, namun tidak menutup kemungkinan menerima kesepakatan tersebut di tahap selanjutnya. Jacinda Ardern mengatakan kebuntuan yang sedang berlangsung di Pulau Manus antara para pengungsi dan pejabat imigrasi Papua Nugini tidak dapat diterima.
"Saya melihat wajah manusia dari masalah ini, saya melihat kebutuhan dan peran yang perlu diambil oleh Selandia Baru," katanya.
"Saya pikir jelas bahwa kita tidak berpikir apa yang terjadi di sana bisa diterima, itu sebabnya tawaran ini tetap terbuka.
Menteri Papua Nugini berharap seluruh pengungsi pergi
Menteri Imigrasi dan Keamanan Perbatasan Papua Nugini, Petrus Thomas mengatakan pada hari Minggu (12/11/2017) bahwa dia memperkirakan orang-orang yang tersisa di pusat penahanan Pulau Manus meninggalkan lokasi tersebut pada hari Senin (13/11/2017) sehingga mereka dapat mengakses, "makanan, air, perawatan medis dan keamanan".
Diketahui sekitar 120 pencari suaka telah meninggalkan fasilitas tersebut sejak ditutup pada 31 Oktober lalu. Namun, sekitar 420 pria masih berada di dalam fasilitas tersebut 12 hari setelah fasilitas itu secara resmi ditutup.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Ahad (12/11), Petrus Thomas mengatakan pihak berwenang akan "mengambil langkah untuk memindahkan penduduk berdasarkan risiko kesehatan yang serius".
Otoritas Papua Nugini mulai membongkar tempat penampungan darurat di pusat selama akhir pekan, sementara para pria dilaporkan mulai menggali lebih banyak sumur. Nai Jit Lam, dari badan pengungsi PBB -UNHCR mengatakan awal pekan ini penarikan layanan kritis telah menciptakan lingkungan berisiko tinggi bagi semua pihak yang terlibat.
"Tidak ada penerjemah di Manus sekarang," katanya.
"Baik itu penterjemah dair penduduk maupun polisi setempat ... ada kekhawatiran ada risiko miskomunikasi yang tinggi."
Nai Jit Lam mengatakan berbagai pertanyaan masih tersisa mengenai kualitas akomodasi baru yang ditawarkan kepada para pencari suaka dan pengungsi di dekat kota utama Lorengau.
"Dari pengamatan kami sejauh ini, layanan yang telah ditarik dari pusat pemrosesan regional belum diganti secara memadai di luar pusat itu sendiri - ini adalah masalah serius bagi kami," katanya.
"Ada peningkatan risiko karena cara ini telah diatur."
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.