REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah perusahaan ritel modern mulai menyusun strategi bisnis baru demi bertahan di tengah bayang-bayang perlambatan konsumsi yang berdampak pada industri. Ketua Umum asosiasi pengusaha ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan, salah satu strategi bisnis itu yakni merambah ke toko online.
"Beberapa anggota kami sudah mulai merestrukturisasi format ritelnya. Selain toko fisik, ada juga online," tuturnya, akhir pekan lalu.
Selain merambah bisnis online, menurut Roy, sejumlah peritel juga akan memfokuskan bisnisnya pada model specific store, yakni gerai yang hanya menjual produk dari merek tertentu. Tidak lagi dalam format department store yang belakangan mulai banyak ditinggalkan konsumen.
Baca Juga: Infografis Musim Gugur Ritel
Menurut Roy, model bisnis ritel yang demikianlah yang diprediksi akan berkembang di masa depan seiring dengan berubahnya pola belanja masyarakat.
Dalam beberapa bulan terakhir, industri ritel memang tengah mengalami perlambatan pertumbuhan yang ditandai dengan tumbangnya sejumlah gerai ritel modern. Namun begitu, pemerintah berulang kali menyatakan tutupnya sejumlah gerai ritel tersebut bukan karena dipicu oleh daya beli yang menurun.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, saat ini tengah terjadi perubahan pola konsumsi di masyarakat. Banyak konsumen yang beralih ke platform niaga online. Jika belanja di toko offline, konsumen lebih memilih datang langsung ke toko khusus yang menjual satu merek tertentu, bukan lagi ke departement store.
"Debenhams tutup, Sogo tutup, tapi MAP penjualannya naik, labanya naik," ujar Mendag, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, perubahan pola konsumsi dan gaya belanja tersebut merupakan sesuatu yang alamiah karena pasar konsumsi saat ini didominasi oleh generasi muda. Oleh sebab itu, ia meyakini tutupnya sejumlah gerai ritel tidak berkaitan dengan pelemahan daya beli.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) baru-baru ini mengungkap ada penurunan konsumsi masyarakat yang telah terjadi sejak triwulan ketiga tahun 2016. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan konsumsi masyarakat melambat dari 4,95 persen pada triwulan kedua 2017 menjadi 4,93 persen pada triwulan ketiga di tahun yang sama.
Peneliti Indef, Eisha Maghfiruha Rachbini, mengatakan, menurunnya konsumsi masyarakat pada triwulan ketiga 2017 banyak dipengaruhi oleh kelompok masyarakat berpenghasilan Rp 1 Juta hingga Rp 2 Juta. Pelemahan ini diindikasikan dengan turunnya Indeks Keyakinan Konsumen pada Juli hingga September.
Survei terbaru yang dirilis Bank Indonesia menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen pada Oktober 2017 sebesar 120,7, lebih rendah dibanding September 2017, yaitu 123,8.