REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan kepada anggota DPR RI dari Fraksi Partai Hanura, Miryam S Haryani. Hukuman ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut Miryam dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Terbukti secara sah melakukan tindakan pidana sengaja memberilan keterangan tidak benar. Menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun denda 200 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti kurungan pidana selama 3 bulan," ujar Ketua Majelis Hakim Franky Tambuwun di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/11).
Majelis Hakim menilai dakwaan JPU KPK sebagaimana dalam Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP telah terpenuhi.
Menurut Majelis Hakim, Miryam terbukti menerima uang dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el dan menilai pengakuan Miryam yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) adalah keterangan yang sesungguhnya. "Bantahan terdakwa tidak punya alasan hukum," kata Hakim Anwar.
Karena, keterangan Miryam yang membantah menerima uang berbeda dengan pengakuan dua terdakwa KTP-el Irman dan Sugiharto, dan dua saksi staf di Ditjen Dukcapil Kemendagri, Yosep Sumartono ataupun saksi Vidi Gunawan, yang menyatakan Miryam menerima aliran dana proyek KTP-el yakni 500 ribu dollar AS, 100 ribu dollar AS, Rp 5 miliar dan Rp 1 miliar yang diantar oleh Sugiharto ke rumah terdakwa.
Majelis Hakim juga menilai, Miryam tidak mendapatkan tekanan ataupun ancaman saat diperiksa oleh tiga penyidik KPK, Novel Baswedan, Ambarita Damanik dan M Irwan Susanto. Baik saat diperiksa di KPK pada 1 Desember 2016, 7 Desember 2016, 14 Desember 2016 dan 24 Januari 2017.
"Keterangan terdakwa yang mengatakan ditekan dan diancam adalah keterangan yang tidak benar. Hal itu bertentangan dengan fakta, saksi dan alat bukti lain," ujar hakim Anwar saat membacakan pertimbangan putusan.
Adapun hal-hal yang memberatkan Miryam adalah dianggap tak membantu program pemerintah yang tengah gencar memberantas korupsi dan tak mengakui perbuatannya. Sementara hal yang meringankan, Miryam berlaku sopan selama di persidangan dan belum pernah dihukum.
Setelah mendengar putusan dari Majelis Hakim, Miryam masih akan pikir-pikir apakah akan mengajukan banding atas vonis yang dijatuhi kepada dirinya. "Pikir-pikir dulu," kata Miryam.