Senin 13 Nov 2017 15:05 WIB

Wanita Rohingya di Bangladesh Hadapi Ancaman Eksploitasi

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Dwi Murdaningsih
 Tentara Bangladesh menghalau pengungsi muslim Rohingya, dan melarang mereka bergerak menuju kamp pengungsian di Palong Khali, Bangladesh, Selasa (17/10).
Foto: AP/Dar Yasin
Tentara Bangladesh menghalau pengungsi muslim Rohingya, dan melarang mereka bergerak menuju kamp pengungsian di Palong Khali, Bangladesh, Selasa (17/10).

REPUBLIKA.CO.ID, COX'S BAZAR--- PBB memperingatkan lebih dari setengah juta pengungsi Rohingya yang telah melarikan diri dari Rakhine sejak Agustus lalu, berisiko menjadi korban eksploitasi di Bangladesh. Seorang wanita menjelaskan kepada BBC, bagaimana dia dipersiapkan dan dipaksa melakukan pelacuran.

Dengan wajah yang ditutupi syal berwarna merah muda, Halima yang masih berusia 21 tahun menceritakan pengalamannya. "Saat memasuki Bangladesh, kami dibawa ke kamp, tempat seorang pria Bangladesh memberi kami makanan. Dia mengatakan kepada saya dia telah kehilangan istrinya dan dia memiliki dua anak. Dia menyatakan dia ingin menikahi saya," ujar Hamima.

Halima mengaku mempercayainya dan bersedia berkunjung ke rumah pria itu di Cox's Bazar. "Ketika sampai di rumahnya saya melihat tujuh sampai delapan gadis muda seperti saya. Saya takut. Di rumah ini dia memaksa saya berhubungan seks dengan banyak pria," kata dia.

Halima mengatakan dia tinggal selama dua bulan di rumah yang ternyata dikelola oleh seorang wanita Bangladesh itu. Selama dua bulan itu, dia tidak diberi uang, tapi hanya diberi makan tiga kali sehari.

"Saya didandani dengan riasan tebal. Kadang tiga sampai empat orang akan datang ke sini dalam satu malam, sangat sulit bagi saya dan saya akan mulai mengalami pendarahan selama berhari-hari," ujar Halima.

Pada suatu malam, ada seorang pria yang membantu Halima. "Pria ini adalah seorang petugas polisi yang hendak berhubungan seks, tapi setelah mendengar cerita saya, dia menganggap saya sebagai saudara perempuannya. Dia bermalam tapi tidak melakukan apapun dan malah memberi saya nomor telepon genggamnya," kata dia.

Saat Halima disiksa oleh majikannya dan terluka selama 15 hari, ia memutuskan untuk membuat rencana melarikan diri. Ia menggunakan telepon genggam pria yang hendak tidur dengannya, untuk menghubungi polisi tersebut.

Sang polisi kemudian tiba di tempat prostitusi itu dengan enam petugas lainnya di tengah malam. "Dia menyelamatkan saya dan enam gadis lainnya. Dia bilang ''kamu bebas sekarang''," ujar Halima.

Akan tetapi Halima tetap tinggal di Cox's Bazar karena dia tidak tahu di tempat lain di Bangladesh. Sekarang tidak punya uang sepeser pun, dia bilang dia tidak punya pilihan selain menjadi pelacur.

Halima datang ke Bangladesh tiga bulan yang lalu untuk menghindari kekerasan di Rakhine Utara. Dia datang dengan tetangganya dan tidak tahu di mana keluarganya berada.

Dia kemudian tinggal di suatu tempat dengan wanita lain yang melakukan pekerjaan serupa demi mendapatkan makanan. Bagi Halima muda, ini jelas bukan kehidupan yang dia harapkan setelah melarikan diri melintasi perbatasan demi keselamatannya.

"Saya ingin kembali shalat lima kali sehari. Makan bersama keluarga saya. Saya menginginkan kehidupan yang saya jalani bersama keluarga saya di Myanmar," kata Halima.

Pemerintah Bangladesh mengatakan lembaga bantuan akan melakukan semua yang mereka bisa untuk melindungi pengungsi yang rentan. PBB juga mengatakan pihaknya akan berfokus pada kegiatan spesifik untuk mengatasi masalah tersebut.

"Saya khawatir dengan dua risiko. Salah satunya adalah eksploitasi, termasuk eksploitasi seksual, ketika mereka tidak menghasilkan apa-apa. Mereka sangat rentan terhadap hal ini," kata kepala UNHCR, Fillipo Grandi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement