REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK menyatakan hak imunitas anggota DPR jangan sampai dipahami sebagai kebal hukum. Pernyataan itu disampaikan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah terkait mangkirnya Ketua DPR, Setya Novanto.
"Hak imunitas itu jangan sampai itu dipahami ada orang orang yang kebal secara hukum sehingga tidak bisa dilakukan pemeriksaan atau ada batasan. Kami sudah pelajari hak imunitas tidak bisa diterapkan untuk kasus korupsi," jelas Febri, saat ditemui di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (13/11).
Novanto tidak memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik dengan alasan anggota parlemen punya hak imunitas. Selain itu kubu Novanto juga berdalih KPK harus mengantongi izin presiden sebelum memeriksa anggota DPR RI.
Salah satu dasarnya adalah aturan Pasal 20A huruf (3) UUD 1945 bahwa selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain UUD ini, setiap anggota DPR RI mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan serta hak imunitas. Kemudian mengutip aturan pada Pasal 80 UU Nomor 17 Tahun 2014 mengenai Hak Anggota Dewan huruf (h) Imunitas.
Maka dengan demikian, ketua umum Partai Golkar itu tidak bisa menggunakan hak imunitasnya untuk menghindar dari pemeriksaan. Menurut Febri, hak imunitas anggota DPR hanya terkait pelaksanaan tugas atau pernyataan yang disampaikan berkaitan dengan tugasnya.
"Maka dengan demikian, hak imunitas tidak mencakup bisa melindungi orang karena diduga melakukan korupsi atau mengetahui informasi terkait korupsi," tegas Febri.
Sebenarnya, Novanto sendiri, hari ini dijadwalkan menghadiri pemeriksaan sebagai saksi dalam KTP El untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo. Sayangnya, Novanto tidak hadir karena beralasan pemeriksaannya harus seizin presiden Joko Widodo. Mangkirnya Novanto kali ini merupakan yang ketiga kalinya ketika dipanggil sebagai saksi untuk Anang.