Selasa 14 Nov 2017 20:45 WIB

Inggris, Rumah Nyaman untuk Jutaan Muslim

Rep: Marniati/ Red: Agung Sasongko
Muslim Inggris
Foto: AP
Muslim Inggris

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inggris adalah rumah yang nyaman bagi 2,7 juta Muslim. Total populasi yang muncul dalam sensus 2011 ini meningkat hampir satu juta dari sensus sebelumnya.

Menariknya, seperti diungkap dalam Sensus Agama Nasional tahun 2011, komunitas Muslim di negara dengan Ibu Kota London itu, lima persen dari jumlah tersebut dari usia dewasa sedangkan 9,1 persen anak-anak di bawah usia lima tahun.

Sebagian besar Muslim bermukim di  Bradford, Luton, Blackburn, Birmingham, London, dan Dewsbury. Selain itu, populasi Muslim juga dapat ditemui di High Wycombe, Slough, Leicester, Derby, Manchester, Liverpool, dan kota-kota pabrik dari Northern England.

Kelompok terbesar Muslim di Inggris dan Wales adalah keturunan Pakistan. Pakistan dari Mirpur District adalah salah satu komunitas Muslim pertama yang secara permanen menetap di Inggris, tiba di Birmingham dan Bradford pada akhir 1930-an.

Orang dari ekstraksi Pakistan sangat penting di West Midlands (Birmingham), West Yorkshire (Bradford), London (Waltham Forest, Newham), Lancashire/Greater Manchester, dan beberapa kota industri seperti Luton, Slough, High Wycombe, dan Oxford.

Diskusi terkait identitas Inggris dan masa depan multikulturalisme masih terus berlangsung hingga kini di negara yang dipimpin oleh Perdana Menteri Theresa May.

Ada ketidaksepakatan antara peran Islam dan agama-agama lain dalam kehidupan publik, dan sejauh mana Inggris sekarang dapat digambarkan sebagai masyarakat sekuler.

Di Inggris sempat terjadi kerusuhan ras pada 1958 dan 1981. Kerusuhan ini juga dikenal dengan nama Rivers of Blood. Salman Rushdie menyebutkan, peristiwa tersebut merupakan evolusi hubungan ras di Inggris.

Akibat peristiwa ini, Inggris mengadakan diskusi untuk membahas nasib multikultularisme di negara dengan total populasi penduduk sebanyak 53 jiwa itu. Diskusi ini membahas nasib penduduk mayoritas dan minoritas.

Sampai 2008, Inggris memiliki 'hukum penghujatan' atau blasphemy law yang telah berumur ratusan tahun. Hukum ini bertujuan untuk melindungi ajaran dan keyakinan dari Gereja Inggris.

Keberadaan undang-undang ini mendapat kritikan dari berbagai pihak. Pemimpin Muslim meminta agar hukum ini mengatur perlindungan bagi semua agama dan bukan hanya satu agama saja.

Sedangkan kelompok lain, seperti Masyarakat Sekuler Nasional, berpendapat bahwa hukum harus dihapuskan sama sekali. Pada Mei 2008, undang-undang ini diganti dengan Undang-Undang Parlemen.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement