REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon 29 persen pada 2030. Sebagian besar penyebab emisi saat ini berasal dari hilangnya hutan dan degradasi. Inilah yang dicermati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), salah satunya di wilayah Malinau, Kalimantan Utara.
Penurunan fungsi hutan menjadikan momen untuk perbaikan dalam hal manajemen hutan bagi kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. "Namun, ada juga risiko bahwa perubahan iklim bisa memperburuk emisi melalui kekeringan dan pembakaran hutan," ujar Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Enny Soedarmonowati dalam siaran persnya, Selasa, (14/11).
Terkait penurunan fungsi hutan di wilayah Malinau, pihaknya mencermati dan melakukan penelitian tentang hal tersebut sebagai bagian dari penelitian program Insentif Penelitian Sistem Inovasi Nasional (Insinas) Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti). Malinau menjadi lokasi dari penelitian LIPI, di mana kegiatannya meliputi penelitian plot permanen Stasiun Penelitian Center for International Forestry Research (CIFOR) dan plot penelitian lainnya di wilayah PT Inhutani II, Malinau.
Program Insinas ini melibatkan LIPI melalui Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya bekerja sama dengan Universitas Leeds Inggris melalui Newton Fund. Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya LIPI, Didik Widiyatmoko mengatakan, kegiatan Insinas diharapkan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan, sumber daya manusia dan jaringan iptek dari lembaga litbang dalam bidang prioritas spesifik kehutanan yang berkaitan dengan pemanasan global.
Kemudian, Insinas menyasar Malinau karena wilayah ini bagian dari Pulau Kalimantan sebagai daerah dengan hutan produksi lebih dari 10 juta hektare dan daerah penghasil kayu terbesar di Indonesia, sehingga memiliki konsekuensi yang sangat besar terhadap kemampuan penyerapan karbon.