REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi meninggalkan ruangan (walk out) yang dilakukan pianis kelas dunia yang juga alumnus Kolese Kanisius, Ananda Sukarlan, saat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberi sambutan dinilai banyak kalangan sebagai intoleransi.
Sikap tersebut dianggap sebagai permusuhan terhadap pribadi Anies Baswedan. Senator Jakarta, Fahira Idris, dalam rilis yang Republika.co.id, Rabu (15/11) megatakan, walau dia menyakini aksi WO ini untuk memperlihatkan ketidaksukaan dan cara mereka mengekspresikan rasa permusuhan terhadap Pak Anies, tapi dia berharap warga Jakarta tetap tenang. "Kita yang sudah dewasa dalam berpolitik ngalah saja," ujar Fahira.
Anies Baswedan saat itu datang sebagai undangan resmi pada malam penghargaan dalam rangka memperingati ulang tahun ke-90 Kolese Kanisius di Hall D JIExpo Kemayoran, Jakarta Utara (11/11). Pada Pilkada DKI Jakarta lalu Anies berkompetisi dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk merebutkan posisi Gubernur.
"Kalau mereka menganggap tidak ada nilai-nilai kebaikan dalam diri Pak Anies, setidaknya kita melihat gubernur kita ini punya komitmen mengembalikan nilai-nilai warga Bukit Duri dan Kampung Akuarium yang sudah dicabut oleh Ahok yang mereka anggap mempunyai kepribadian yang dipenuhi nilai-nilai kebaikan," ujar Fahira.
Fahira mengungkapkan, tuduhan yang dilontarkan Ananda Sukarlan bahwa Anies Baswedan mendapat jabatannya dengan cara yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Kanisius sebenarnya tuduhan serius dan termasuk pembunuhan karakter. Bahkan aksi WO menurut Ananda Sukarlan didasarkan dan mengatasnamakan nilai kemanusiaan.
Fahira pun balik mempertanyakan, nilai kemanusian siapa yang dilanggar Pak Anies. "Dia tidak pernah menggusur rumah dan tanah warga miskin yang sedang bersengketa di pengadilan. Dia tidak pernah teriak-teriak punya niat bakar demonstran hidup-hidup apalagi punya versi HAM sendiri bahwa bila dua ribu orang menentang dia dan membahayakan 10 juta orang, maka dua ribu orang itu boleh dibunuh," ucap Fahira.
Walau merasa terganggu dengan peristiwa ini, namun Fahira memuji sikap Anies yang menanggapi insiden ini dengan elegen, santai, tanpa sedikitpun ada rasa marah atau kecewa. "Jujur saya terganggu dengan peristiwa ini. Tapi melihat respons Pak Anies yang biasa saja bahkan menghargai perbedaan pendapat membuat kita membuka mata, mana pemimpin karbitan dan mana pemimpin sejati," ujar Ketua Umum Ormas Kebangkitan Jawara dan Pengacara (Bang Japar) ini.