Kamis 16 Nov 2017 09:58 WIB

Soal Kemelut Kasus Setya Novanto, Ini Tanggapan Fahri Hamzah

Ketua DPR Setya Novanto (tengah) berjalan bersama Wakil Ketua Fahri Hamzah (kiri)
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Ketua DPR Setya Novanto (tengah) berjalan bersama Wakil Ketua Fahri Hamzah (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyatakan, kasus yang sedang dihadapi Ketua DPR Setya Novanto tidak akan mengganggu kinerja dan soliditas pimpinan lembaga tersebut.

"Status tersangka dan penahanan Setya Novanto tidak akan mengganggu kinerja dan soliditas pimpinan DPR RI," kata Fahri Hamzah dalam penyataan yang disampaikan kepada pers di Jakata, Kamis (16/11).

Fahri sedang melakukan knjungan kerja ke Brunei Darusalam. Dia menulis penyataannya saat berada di ibu kota negara itu, Bandar Sribegawan. Fahri menegaskan, pimpinan DPR RI akan tetap kompak bekerja secara kolektif dan kolegial menjalankan tugas konstitusional sebagai "speaker" dari lembaga daulat kuasa rakyat.

Sementara terkait kabar bahwa KPK telah mengeluarkan surat penahanan terhadap Ketua DPR yang surat tersebut belum dilihat maka pimpinan DPR tetap akan mengacu pada hak-hak konstitusional pimpinan dan anggota DPR RI sesuai ketentuan yang diatur di dalam perundang-undangan yang berlaku.

"Perlu ditegaskan di sini bahwa status tersangka dan penahanan tidak memiliki konsekuensi hukum apapun terhadap status dan jabatan seorang pimpinan DPR RI," katanya.

UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) hanya mengatur jika seorang pimpinan DPR RI berstatus sebagai terdakwa sebagaimana ketentuan dalam Pasal 86 Ayat (5), yaitu pimpinan DPR diberhentikan sementara dari jabatannya apabila dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

UU MD3 sangat menjaga marwah dan kehormatan seorang manusia di hadapan hukum sebagaimana ketentuan di dalam konstitusi Republik Indonesia. Untuk itu pemberhentian sementara pun terkait status terdakwa seorang pimpinan akan dilakukan dengan verifikasi yang sangat ketat oleh Mahkamah Kehormatan Dewan.

Mahkamah Kehormatan Dewan akan melakukan kajian mendalam atas status hukum terdakwa tersebut. Mahkamah Kehormatan Dewan setelah melakukan verifikasi atas status terdakwa seorang pimpinan DPR RI berhak memutuskan untuk dilakukan pemberhentian sementara dan atau tidak dilakukan pemberhentian sementara.

Dalam hal Mahkamah Kehormatan Dewan berkeputusan untuk dilakukan pemberhentian sementara maka keputusan tersebut harus dilaporkan ke paripurna untuk mendapatkan penetapan melalui mekanisme pengambilan keputusan. Dalam hal Mahkamah Kehormatan Dewan membuat keputusan tidak dilakukan pemberhentian sementara maka Pimpinan DPR yang berstatus sebagai terdakwa tetap pada tugas dan jabatannya dengan segala hak dan kewenangannya meski menjadi seorang terdakwa.

"Demikianlah hukum dan konstitusi kita menjaga keadilan dan kehormatan seorang manusia sampai adanya keputusan hukum yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Dalam hal seorang pimpinan DPR RI yang berstatus terdakwa diberhentikan sementara setelah adanya keputusan dari Mahkamah kehormatan Dewan dan mendapatkan penetapan dari sidang paripurna dalam putusan akhir pengadilannya dinyatakan tidak bersalah, maka status dan jabatannya sebagai pimpinan DPR RI akan dipulihkan dan dikembalikan," katanya.

Artinya sehubungan dengan status tersangka, penahanan dan terdakwa terhadap salah seorang pimpinan DPR RI maka tidak akan berimbas pada pergantian sampai memiliki keputusan yang berkekuatan hukum tetap dan atau jika fraksi yang bersangkutan memilih mekanisme lain sesuai yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan.

"Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam UU 17/2014 tentang MD3," kata anggota DPR RI dari Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.

Pasal 86 ayat (5) UU 17/2014 menyebutkan "Dalam hal pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pimpinan DPR yang bersangkutan melaksanakan kembali tugasnya sebagai pimpinan DPR".

Mekanisme terkait status terdakwa seorang pimpinan DPR RI diatur dalam Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib. Pasal 36: tata cara pemberhentian sementara pimpinan DPR RI yang berstatus terdakwa, yakni pimpinan DPR RI mengirimkan surat untuk meminta status seorang pimpinan DPR yang menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana kepada pejabat berwenang.

Pimpinan DPR setelah menerima surat keterangan mengenai status sebagaimana dimaskud dalam huruf a diteruskan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan. Mahkamah kehormatan dewan melakukan verifikasi mengenai status pimpinan DPR sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk diambil keputusan.

Keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf cdilaporkan kepada rapat paripurna DPR untuk mendapatkan penetapan pemberhentian sementara. "Keputusan paripurna disampaikan kepada fraksi yang bersangkutan," katanya.

Dalam hal jika rapat paripurna menetapkan seorang pimpinan DPR berstatus terdakwa diberhentikan sementara maka dilakukan rapat pimpinan DPR RI untuk menetapkan salah seorang pimpinan yang tersisa sebagai pelaksana tugas sampai ditetapkannya pimpinan definitif.

Demikian agar menjadi perhatian bagi publik bahwa tidak ada perubahan konstelasi di dalam DPR RI terkait perkembangan terkini atas status hukum Setya Novanto. "Pimpinan DPR RI akan tetap kompak bekerja secara kolektif dan kolegial sesuai peraturan perundangan yang berlaku untuk mengawal pelaksanaan tugas konstitusional seluruh anggota dan lembaga daulat kuasa rakyat," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement