REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum Teuku Nasrullah mengingatkan kembali mengenai kewajiban bagi setiap warga negara untuk mematuhi hukum yang berlaku. Siapapun orangnya dan apapun pangkatnya wajib patuh hukum.
Kasus Ketua DPR RI, Setya Novanto, pun menjadi perhatian banyak pihak. Novanto sudah 11 kali dipanggil oleh KPK dan semua panggilan diabaikan.
"Wajib hukumnya. Semua warga negara RI wajib memenuhi panggilan kepolisian. Setiap dipanggil beliau harusnya kemarin datang," ujar Teuku. Hanya ada beberapa hal yang bisa dijadikan alasan tidak menghandiri pemanggilan tersebut. Diantaranya yaitu sakit, acara negara yang tidak bisa diwakilkan, dan sedang di luar negeri.
Namun meskipun berhalangan wajib, kedua belah pihak wajib untuk melakukan penjadwalan ulang pemanggilan. Hal ini untuk memenuhi kewajiban masing-masing pihak.
Sementara itu, Teuku merasa mangkirnya Setnov dari pemanggilan KPK kemarin (15/11) tanpa isu yang jelas. Bahkan hari ini dilaporkan menghilang.
"Nah ini ketidakhadiran kemarin kita tidak terjawab isunya apa. Kok tiba-tiba hari ini sudah menghilang," ucap Teuku.
Pada Kamis malam Novanto mengalami kecelakaan yang membuatnya harus dirawat. Kini Novanto terbaring di ruang perawatan RS Medika Permata Hijau, Jaksel.
Lebih lanjut Teuku menyarankan Novanto untuk mengikuti panggilan dari KPK tersebut. Jika Novanto mau menuruti panggilan KPK, dirinya akan lebih terlihat apik dan menjaga kehormatannya.
"Ikut saja. Berikan contoh kepada rakyat bahwa proses hukum saya ikuti tapi saya juga melakukan perjuangan secara maksimum dengan jalur hukum untuk membela kepentingan diri saya," ucap pakar hukum tersebut.
Teuku sendiri mempertanyakan pertahanan KPK mengawal Novanto. Setahunya dalam KPK ada SOP bahwa orang yang dipanggil sebagai tersangka biasanya sehari sebelumnya sudah dipantau keberadaan dan gerak-geriknya.
"KPK setahu saya ada SOP, yang kalau keliru saya minta dikoreksi, bahwa orang-orang yang dipanggil sudah dipantau keberadaannya. Apalagi dalam kasus Pak Setnov yang potensi tidak datang kan sangat tinggi," ujar dosen Universitas Indonesia tersebut.