Jumat 17 Nov 2017 07:37 WIB

Aoun Berharap Hariri ke Prancis Selesaikan Krisis Lebanon

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Lebanon Michel Aoun.
Foto: AP
Presiden Lebanon Michel Aoun.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Presiden Lebanon Michel Aoun berharap kunjungan mantan Perdana Menteri Lebanon Saad al-Hariri akan segera mengakhiri krisis yang melanda negaranya.

Seorang sumber dari Istana Elysee Prancis mengatakan Hariri akan terbang ke Paris pada Sabtu (18/11) dan akan bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di hari yang sama. "Saya berharap krisis akan berakhir dan kunjungan ke Prancis akan membuka jalan bagi sebuah solusi," kata Aoun di akun Twitter pribadinya.

Pejabat Prancis mengatakan mereka tidak tahu berapa lama Hariri akan tinggal sebelum kembali ke Beirut. Namun mereka berharap perjalanannya akan membantu menenangkan krisis, karena akan menunjukkan kebenaran bahwa dia tidak ditahan di Arab Saudi, seperti yang dikatakan oleh Presiden Aoun.

"Kedatangannya akan mengurangi ketegangan dengan menunjukkan bahwa dia bebas untuk berpindah-pindah," kata seorang sumber diplomatik Prancis yang berbicara secara anonim.

Menurutnya, akan ada konsultasi sebelum Hariri kembali ke Beirut untuk membangun dukungan internasional baginya. Hal ini juga berguna untuk menegosiasikan kesepakatan politik baru di Lebanon.

"Kami tidak mencoba untuk mencari kompromi atau dialog terbuka antara pihak terkait, tapi mencoba menciptakan kondisi de-eskalasi di wilayah ini. Kami ingin menghindari proliferasi krisis yang bisa sewaktu-waktu lepas kendali," jelas dia.

Aoun yang menolak untuk menerima pengunduran diri Hariri kecuali jika dia kembali ke Lebanon, telah menuduh Riyadh menahan Hariri sebagai sandera. Hariri kemudian menerima undangan ke Prancis pada Kamis (16/11) setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian, yang mengunjungi Arab Saudi.

Hariri menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya dalam sebuah siaran dari Arab Saudi pada 4 November lalu. Dalam siaran itu ia menyalahkan Iran dan Hizbullah akan kekacauan yang terjadi di Timur Tengah.

Pengunduran diri tersebut membuat Lebanon terjerumus ke dalam krisis politik dalam negeri. Lebanon juga terlibat dalam persaingan Timur Tengah antara Arab Saudi dan sekutu-sekutunya yang melawan blok yang dipimpin oleh Iran.

Lebanon telah berhasil mempertahankan keseimbangan sektarian, setelah Sunni, Syiah, Kristen, dan Druze terlibat perang saudara pada 1975-1990. Pemerintahan Hariri adalah sebuah koalisi pembagian kekuasaan yang dibentuk tahun lalu, yang di dalamnya termasuk Hizbullah.

Hariri, seorang Muslim Sunni, adalah sekutu lama Arab Saudi. Sementara Aoun, seorang Kristen, adalah sekutu politik Hizbullah, gerakan Muslim Syiah bersenjata yang didukung oleh Iran. Sejak Hariri mengumumkan pengunduran dirinya, Arab Saudi menuduh Lebanon mengumumkan perang terhadapnya. Mereka beralasan, Hizbullah memiliki peran mengacaukan negara-negara Arab lainnya.

Pada Kamis (16/11), Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir mengatakan Arab Saudi telah berkonsultasi dengan sekutu-sekutunya tentang pengaruh Hizbullah. "Kami akan mengambil keputusan saat waktunya tiba," katanya kepada Reuters dalam sebuah wawancara.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement