REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Militer dari Imparsial, Al-Araf mengkritik langkah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terkait sejumlah nota kesepahaan (MoU) yang dinilai tidak sesuai dengan Tupoksi TNI. Salah satunya, MoU dengan Kementerian Pertanian soal pencetakan sawah.
"Jangan panglima mikirin cetak sawah, tapi (dampak konflik) Laut Cina Selatan," kata Al-Araf dalam diskusi "Membangun Pertahanan Modern, Profesionalisme Militer dan Rotasi Panglima TNI" di Jakarta, Sabtu (18/11).
Persiapan menghadapi dampak konflik dari Laut Cina Selatan, kata dia, juga sudah dilakukan negara-negara lain. Jangan sampai, kata dia, saat terdampak, Indonesia malah gagap.
Al-Araf memandang Panglima TNI yang saat ini memiliki misi politik tidak terlalu berfokus pada memodernkan pertahanan. Ia juga menyinggung hanya 50 persen alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang layak pakai. Panglima TNI, menurutnya, lebih dominan menghadiri agenda politik, ketimbang fokus terhadap Tupoksinya.
Direktur Imparsial itu sekaligus meminta Panglima TNI yang baru nantinya agar fokus saja memodernkan pertahanan negara ketimbang menghadiri munas-munas partai. "Fokus turun ke batalyon, perbatasan. Mengapa demikian? Fakta sisi pertahanan kita sangat memprihatinkan," ujarnya.