REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menyebutkan, sikap yang ditunjukkan oleh para perwira yang menolak kenaikan pangkat dapat dijadikan nasihat bagi para pemimpin lain. Ia juga merasa aneh dengan sebutan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
"Itu sikap perwira yang luar biasa. Sosok-sosok pemimpin yang tanpa pamrih bekerja. Bukan jiwa opurtunis yang menjadikan anak buah menjadi kuda tunggangan kepentingan egoismenya. Patut kita apresiasi, dan menjadi 'nasehat' bagi para pemimpin lainnya," kata Harits dalam keterangan tertulisnya, Ahad (19/11).
Menurut Harits, hal tersebut perlu diapresiasi karena masih ada abdi pembela negara yang tulus bekerja. Orientasinya bukan jabatan dan pangkat. Mereka berbeda di saat banyak orang yang mati-matian dengan berbagai cara yang culas untuk menjilat.
"Membangun citra dirinya agar bisa meraihcpangkat dan kedudukan lebih tinggi lagi di hadapan masyarakat. Di medan tempur yang sesungguhnya, akan tampak watak dan watek asli seseorang, apakah ia sosok yang hipokrit atau sebaliknya," tambah dia.
Tapi, ia mengingatkan, di luar sikap penuh teladan para perwira pemimpin operasi tersebut, persoalan utamanya masih belum tuntas. Persoalan utama perihal eksistensi Operasi Papua Merdeka (OPM). Harits mengatakan, OPM masih eksis dengan jejaring mereka, baik domestik maupun internasional.
"Begitu pun potensi ancaman dan teror dari OPM. Masih sangat besar baik secara sporadis maupun sistemik di tanah Papua," jelas dia.
Karena itu, kata Harits, itu semua harus dituntaskan sampai ke akar-akarnya demi kedaulatan NKRI. Ia menyebutkan, OPM ini dimensinya politis dan sangat aneh kalau hari ini dikotaki dengan terminologi KKB.