Senin 20 Nov 2017 15:25 WIB

Wakapolri: Proses Hukum Pimpinan KPK Tergantung Bukti

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Karta Raharja Ucu
Ketua KPK Agus Rahardjo (tengah), Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (kedua kiri), Saut Situmorang (kiri), Basaria Panjaitan (kedua kanan) dan Alexander Marwata (kanan).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ketua KPK Agus Rahardjo (tengah), Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (kedua kiri), Saut Situmorang (kiri), Basaria Panjaitan (kedua kanan) dan Alexander Marwata (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka kasus dugaan korupsi KTP elektronik (KTP-el), Setya Novanto pernah melaporkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Bareskrim Mabes Polri. Hingga kini, polisi masih memeriksa saksi dan ahli terkait laporan tersebut.

Menanggapi hal ini, Wakapolri Syafruddin mengatakan, kelanjutan proses hukum terhadap pimpinan KPK tergantung dari bukti yang ditemukan. "Itu domainnya penyidik saja, bukan domain kita. Saya rasa tidak masalah itu. Kalau memang tidak cukup (bukti), ya hentikan," ujar Syafruddin yang ditemui di Istana Wakil Presiden, Senin (20/11).

Syafruddin mengaku belum mengetahui perkembangangan laporan tersebut. Sebab, masih ditangani Bareskrim.

Seperti diberitakan sebelumnya, Bareskrim Polri menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) atas laporan Sandi Kurniawan terhadap dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang. Keduanya, diduga membuat surat palsu dan menyalahgunakan wewenang dalam penyidikan kasus korupsi KTP-el yang sempat menjerat Setya Novanto. Sandi merupakan salah satu anggota tim kuasa hukum Ketua DPR Setya Novanto yang tergabung dalam Yunadi and Associates.

Terkait penerbitan SPDP itu, Kapolri Tito Karnavian juga telah memanggil penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim. Tito mendapatkan laporan kasus itu dilaporkan pihak Setya Novanto pada 9 Oktober.

Agus dan Saut dilaporkan atas dugaan tindak pidana membuat surat palsu atau memalsukan surat dan menggunakan surat palsu serta menyalahgunakan kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 421 KUHP. Soal penyidikan kasus dugaan surat palsu, KPK menegaskan surat pencegahan Novanto sudah sesuai aturan yang berlaku, yaitu dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement