REPUBLIKA.CO.ID, MELABOH -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh mewacanakan menutup perbankan yang menggunakan sistem konvensional, menyusul disahkannya Qanun atau Peraturan Daerah (Perda) tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Aceh.
"Apalagi saat ini sudah ada unit-unit bank syariah, jadi tidak berat, setelah qanun ini nanti disahkan, maka bank konvensional ditutup, tinggal bank syariah itu saja," kata Ketua Komisi A-DPR Aceh, Abdullah Saleh, di Meulaboh, Senin (20/11).
Politisi Partai Aceh (PA) ini menegaskan, meskipun demikian tetap akan ada lembaga keuangan tertentu di Provinsi Aceh yang menganut sistem konvensional dan wajib disediakan untuk melayani nasabah yang non syariah/non muslim. Dia menyampaikan, lembaga keuangan konvensional yang selama ini beroperasi di provinsi paling ujung barat Indonesia itu, menganut sistem riba', hal demikian bertentangan dengan Aceh yang menerapkan syariat secara sempurna (kaffah).
"Intinya, bank konvensional yang ada ribanya berhenti dan yang aktif bank syariahnya, kita stop di Aceh, tapi yang syariahnya tetap jalan. Ada satu bank valuta asing yang tidak distop, yang melayani nasabah non syariah, itu dibutuhkan," katanya menegaskan.
Lebih lanjut dikatakan Abdullah Saleh, qanun tersebut akan disahkan paling telat akhir 2017, sebab saat ini sudah selesai konsultasi dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), hanya tinggal dibawa ke rapat paripurna untuk pengesahan bersama pihak eksekutif di DPRA. Qanun Aceh tentang LKS tersebut nantinya, jelas dia, juga mengatur sistem lembaga keuangan yang memberi jasa pengkreditan uang maupun kendaraan, semua itu telah melewati kajian dan telah dibahas saat berbentuk rancangan qanun (raqan).
Ia juga menyampaikan, Qanun LKS ini juga penting diketahui masyarakat luas, disamping juga sosialisasi yang tengah mereka gencarkan itu, yakni sosialisasi Qanun Hukum Jinayah maupun Qanun Aceh tentang Sistem Jaminan Produk Halal. "Sosialisasi qanun ini sekaligus dalam rangka memberi pemahaman kepada masyarakat tentang penerapan syariat Islam semua qanun-qanun penting. Penerapan syariat di Aceh tidak radikal, karena itu dilakukan bertahap agar bisa diterima," kata Abdullah Saleh menambahkan.