REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Konbes NU) di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 23-25 November 2017. Ada lima topik isu keagamaan yang aktual akan dibahas di Munas Alim Ulama.
Ketua Panitia Munas Alim Ulama dan Konbes NU Kiai Robikin Emhas mengatakan, Munas Alim Ulama dan Konbes NU adalah dua forum yang berbeda menurut AD/ART PBNU. Tetapi, penyelenggaraannya sering digabung menjadi satu.
"Munas Alim Ulama adalah forum permusyawaratan para alim, para ulama, para masayikh, para sepuh untuk memperbincangkan berbagai isu-isu yang berkembang," kata Kiai Robikin saat konferensi pers di Gedung PBNU, Senin (20/11).
Kiai Robikin mengatakan, di Munas Alim Ulama akan dibahas masalah-masalah keagamaan yang dibagi ke dalam tiga kategori. Pertama, Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Waqi'iyyah. Ada lima topik isu keagamaan yang aktual akan dibahas di sini. Yakni,
tentang frekuensi publik, investasi dana haji, izin usaha berpotensi mafsadah. melempar jumrah aiyamut tasyriq qablal fajri, dan kelima tentang status anak dan hak anak lahir di luar perkawinan.
NU, menurutnya, akan memperbincangkan masalah-masalah ini untuk menentukan hukumnya. "Kenapa kita membicarakan frekuensi publik, belakangan kita dapati, frekuensi publik yang sudah disepakati oleh seluruh pihak sebagai milik publik ternyata penggunaannya tidak jarang disalahgunakan untuk kepentingan kelompok, golongan, pribadi," ujarnya.
Menyangkut frekuensi publik, Kiai Robikin menyampaikan, Munas Alim Ulama akan memperbincangkan bagaimana pandangan keagamaan mengenai penyalahgunaan frekuensi publik yang dimanfaatkan secara salah oleh pihak-pihak yang diberi kewenangan untuk mempergunakannya.
Kiai Robikin mengatakan, baru-baru ini, juga ramai isu tentang investasi dana haji. "Investasi dana haji boleh atau tidak menurut pandangan keagamaan, kalau boleh bagaimana akadnya. Kalau menggunakan akad, maka hukumnya bagaimana menurut pandangan keagamaannya," katanya.
Berikutnya izin usaha berpotensi mafsadah. Di Indonesia ini, ada satu orang atau satu kelompok usaha, bisa memiliki izin usaha untuk mengelola tanah, hutan, dan sebagainya. Ïtu bisa mencapai satu juta hektare," ucapnya.
Menurutnya, akumulasi kepemilikan izin untuk mengelola jutaan hektare tanah tersebut, apakah dalam kaidah agama bisa dibenarkan. Sebab, ada satu ketentuan yang mengatakan ada tiga hal yang tidak boleh diprivatisasi. Yaitu, hutan, air dan energi. Selain itu, Munas Alim Ulama juga akan membahas tentang melempar jumrah aiyamut tasyriq qablal fajri. Kemudian, membahas tentang status anak dan hak anak lahir di luar perkawinan.
Dikatakan Kiai Robikin, norma hukum di Indonesia, KUHPerdata misalnya, anak d iluar menikah, maka status anak tersebut tidak punya hubungan keperdataan dengan ayahnya. Hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya. Ternyata MK menjatuhkan putusan anak di luar nikah tetap memiliki hubungan keperdataan dengan ayahnya.
"Sehingga tanggung jawab mengenai pendidikan dan pemeliharaan dan lain sebagainya bapaknya harus ikut serta," ujarnya.
Munas Alim Ulama juga akan membahas Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Maudlu'iyyah. Ada enam topik yang akan dibahas di sini. Kemudian membahas Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Qonuniyyah. Ada tujuh topik yang akan dibahas di sini.