REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR akan mempertanyakan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penangkapan Ketua DPR Setya Novanto. Hal ini karena mereka melihat proses penangkapan terhadap Setya Novanto dianggap terlalu over acting.
Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil mengatakan bagaimanapun juga Setya Novanto adalah pimpinan lembaga tinggi negara. "Harusnya ada cara-cara yang lebih baik dalam proses hukum yang dilakukan terhadap Setya Novanto," kata Nasir Djamil, kepada Republika.co.id, Senin (20/11).
Nasir menyinggung soal hal-hal yang dianggap berlebihan, seperti adanya pengerahan kepolisian dalam jumlah yang besar ke rumah Setya Novanto. Memanggil paksa di tengah malam dan melakukan siaran pers, padahal Novanto masih dalam keadaan sakit. "Kenapa tidak ditunggu esok pagi harinya."
Penegakan hukum tidak boleh mengikuti opini. "Bisa jadi ada yang setuju dan tidak setuju dengan argumentasi saya, tapi Indonesia adalah negara hukum yang juga ada prinsip penghormatan terhadap hak asasi manusia. Janganlah kebencian kita terhadap seseorang membuat kita tidak adil menyikapi dan proses hukumnya," ungkap Nasir Jamil.
Nasir tidak mempersoalkan proses hukum yang dilakukan terhadap Setya Novanto. Karena setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum. Namun cara yang digunakan KPK dalam menangkap Setya Novanto semestinya bisa dilakukan dengan cara yang lebih baik.
"Bagaimanapun kan Pak Novanto Ketua DPR juga ketua umum Partai Golkar," kata Nasir.
Dengan kejadian itu, lanjut Nasir, pihak Komisi III akan mempertanyakan hal itu kepada KPK. "Tadinya hari ini akan ada rapat bersama Kejaksaan, Polri, dan KPK. Tapi karena banyak yang berhalangan dan hanya perwakilan pimpinan, kita minta ditunda dulu," jelas dia. Pada pertemuan nanti, lanjut Nasir, persoalan penangkapan Setya Novanto akan dipertanyakan kepada KPK.