Senin 20 Nov 2017 21:22 WIB

Tanpa Subsidi, Dishub Kota Bogor Tetap Konversi Angkutan

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Karta Raharja Ucu
Angkot melintas di di Jalan Kapten Muslihat, Bogor, Jawa Barat. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Angkot melintas di di Jalan Kapten Muslihat, Bogor, Jawa Barat. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ditolaknya anggaran subsidi transportasi sebesar Rp 78 Miliar dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD 2018 tak membuat Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor menyerah. Subsidi tersebut dimaksudkan untuk konversi angkot ke bus.

Kepala Dishub Kota Bogor Rakhmawati menjelaskan, konversi akan tetap jalan terus sekalipun subsidinya belum dapat dianggarkan tahun ini. "Tidak berarti tanpa subsidi, rencana konversi berhenti," ujarnya ketika ditemui Republika.co.id di Balaikota Bogor, Senin (20/11).

Subsidi yang kelak didapat, jelas Rakhmawati, akan digunakan untuk membayar selisih antara biaya operasional angkutan umum dengan ongkos dari penumpang. Hanya, Rakhmawati menjelaskan, tidak ada subsidi memang akan memberikan pengaruh karena belum bisa memaksa angkutan umum untuk memenuhi standar pelayanan minimal.

"Peraturannya, sopir harus berhenti di halte dalam sekian menit sesuai dengan perhitungan yang dilakukan Dishub," tuturnya.

Dengan pemaksaan tersebut, angkutan umum dituntut tetap jalan meski tidak ada penumpang. Dengan kondisi terkini yang tanpa subsidi, Rakhmawati menjelaskan, bus tidak bisa dipaksakan untuk berhenti dalam kurun waktu tertentu.

Untuk memaksimalkan konversi angkot ke bus, Dishub berencana menerapkan red carpet atau karpet merah, yaitu membuat lajur bus. Sama seperti Transjakarta awal beroperasi. "Diberi perbedaan warna di jalannya, tapi masih bisa dilintas mobil lain dengan tetap mengutamakan bus," kata Rakhmawati.

Meski masih dalam tahap perencanaan, Rakhmawati menjelaskan, konsep karpet merah akan difokuskan pada tahun depan dengan tetap berupaya mencari dana untuk subsidi. Penolakan anggaran subsidi transportasi untuk konversi dari angkot ke bus bukan tanpa dasar. DPRD menilai, besaran yang diusulkan tidak berdasar dan terkesan terburu-buru. Kajiannya pun dianggap belum mendalam dalam mengajukan anggaran subsidi, termasuk besaran tarif yang akan dikenakan setelah konversi dan trayeknya.

Lebih lanjut, Anggota Badan Anggaran (Banggar), Jenal Muttaqin, menjelaskan subsidi angkutan umum belum diatur dalam Perda Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2017 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. "Dalam Permenhub Nomor 32 Tahun 2016, pemberian subsidi memang bisa berlandakan Peraturan Wali Kota. Tapi, isinya kan jelas, tata cara subsidi itu proposal diajukan perusahaan bidang transportasasi baik milik daerah atau swasta lain yang telah berbadan hukum," kata Jenal setelah menghadiri Sidang Paripurna Penyampaian KUA-PPAS 2018 pada Kamis (16/11).

Tidak sampai di situ, Jenal menambahkan, proposal harus masuk ke bagian perekonomian untuk dikaji serta disampaikan ke wali kota guna disampaikan ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Proses inilah yang belum dilaksanakan pemkot.

Tapi, pada dasarnya, Jenal menjelaskan, DPRD sepakat apabila Pemkot mempunyai wacana untuk mengonversi angkot. Hanya, harus dipastikan wacana itu tepat sasaran dan sesuai aturan sehingga siap untuk dianggarkan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement