Selasa 21 Nov 2017 11:36 WIB

Menag: Keragaman adalah Keniscayaan dalam Hidup

Rep: Muhyiddin/ Red: Esthi Maharani
Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin
Foto: ROL/Fakhtar Khairon Lubis
Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjadi pembicara dalam Konferensi Internasional Studi Islam atau Annual International Conference Islamic Studies (AICIS) ke-17 di Convention Exhibition (ICE), BSD City, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (21/11). Kegiatan rutin tahunan ini mengangkat tema Religion, Identity, and Citizenship: Horizons of Islam and Culture in Indonesia.

Lukman menjelaskan, Islam dalam sejarahnya memiliki pengalaman panjang dalam mengelola hubungan antara identitas keagamaan dan identitas kewarganegaraan. Kisah sukses itu bermula dari Piagam Madinah yang mengakui hak-hak kewarganegaraan bagi seluruh komponen masyarakat Madinah, terlepas dari perbedaan agama, suku dan ras.

Saat itu, dengan tegas dinyatakan bahwa orang Yahudi dan Muslim adalah umat dalam ikatan identitas agama masing-masing, tetapi pada saat yang sama kaum Muslim dan Yahudi adalah satu umat yang diikat oleh kesamaan sebagai warga negara.

"Prinsipnya jelas, seperti kata Rasulullah, lahum ma lana wa alayhim ma aalayna, mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kita," kata Lukman dalam paparannya.

Menurut Lukman, konsep yang hampir serupa sebenarnya juga telah dibuat para pendiri bangsa yang mempunyai masyarakat yang beragam ini. Mereka telah bersepakat menetapkan Pancasila sebagai dasar dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Karena itu, keragaman di Indonesia merupakan keniscayaan dalam hidup dan tidak untuk dipertentangkan. "Keragaman adalah keniscayaan dalam hidup, yang diciptakan bukan untuk dipertentangkan, tetapi untuk disinergikan sehingga menghasilkan kekuatan dan kemajuan," ucapnya.

Lukman juga menyampaikan bahwa membela dan mempertahankan tanah air merupakan bagian dari upaya menegakkan agama. Namun, menurut dia, kontestasi politik terutama dalam pemilihan umum tidak jarang memunculkan masalah politik identitas primordial. Dampaknya, masyarakat terpecah dan kadang sampai muncul konflik-konflik sosial yang tidak perlu.

"Perlu didiskusikan hubungan antara identitas keagamaan dengan identitas kewarganegaraan dalam konteks negara-bangsa," jelasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement