REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani berkunjung ke Amerika Serikat (AS) untuk bertemu dengan pejabat Gedung Putih,terutama rekan sejawatnya Menlu AS Rex Tillerson.
Dalam pidatonya di Washington, Sheikh Al Thani mengatakan Timur Tengah sedang menghadapi zaman kegelapan. Ia menuduh negara-negara tetangganya sedang bermain drama dan perselisihan sebagai bagian dari permainan kekuasaan yang berbahaya.
"Permainan regional bertindak tidak bertanggung jawab, berjudi politik dengan kehidupan warga negara lain tanpa strategi jalan keluar," kata Sheikh Al Thani dalam pidatonya menunjukkan empat negara Arab yang memblokadenya pada awal tahun ini, menurut Middle East Monitor, Selasa (21/11).
Pada Juni, empat negara Arab termasuk Arab Saudi, Bahrain, Mesir dan Uni Emirat Arab, memutuskan hubungan diplomatik dan komersial dengan Qatar. Mereka menuduh Qatar sebagai negara pendukung kelompok terorisme di wilayah tersebut. Sementara Sheikh Al Thani menuduh negara-negara tetangganya itu merusak stabilitas dan keamanan regional. Dan blok yang dipimpin Saudi itu dinilai sedang mencoba menaklukkan negara-negara yang lebih kecil di wilayah tersebut seperti Qatar, Yaman, Somalia, Libya dan Lebanon.
"Dunia melihat berita dan gambar dari wilayah saya yang penuh dengan drama dan perselisihan. Zaman kegelapan dari pemikiran tertutup, totalitarianisme dan agresi telah terjadi. Timur Tengah beralih dari pusat konektivitas dan pencerahan menjadi daerah yang kacau. Selama masa agresi, ekstremisme telah berkembang," ujarnya.
Sheikh Al Thani menambahkan, mereka sedang mencari dominasi untuk memusatkan kekuasaan dengan mengintimidasi negara-negara kecil untuk tunduk kepada mereka. Dan menurutnya masa kegelapan seperti itu tidak terjadi di masa lalu.
Keempat negara tersebut bisa menggunakan intimidasi yang tidak terkendali seperti membungkam pembangkang, menciptakan krisis kemanusiaan, mematikan komunikasi, memanipulasi pasar keuangan, menggertak negara-negara yang lebih kecil, memeras, membuat pemerintah terpecah belah, meneror warga negara, mempersenjatai pemimpin negara lain dan menyebarkan propaganda.
Seperti dalam kasus pengunduran diri Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri, Sheikh Al Thani menilai hal itu sebagai intervensi Arab Saudi terhadap urusan dalam negeri Lebanon. Dan juga upaya untuk menggoyang keseimbangan kekuasaan musuh geopolitik Arab Saudi, yaitu Iran di wilayah tersebut.
Perdana Menteri Lebanon tiba-tiba mengumumkan pengunduran dirinya pada 4 November dalam pidato di televisi dari Arab Saudi dengan alasan ada dugaan rencana untuk membunuhnya. Pengunduran diri Hariri, bagaimanapun, tidak diterima Presiden Lebanon Michel Aoun. Ia menuduh Hariri ditahan oleh Riyadh.