REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Masih terlalu pagi, seorang 'bocah' masuk ke dalam kantor PPPA Daarul Qur’an Cabang Yogyakarta pada Jumat (10/11) lalu. Keningnya cukup basah, beberapa tetes peluh masih mengalir turun dari pelipis menuju dagunya. Kopiahnya yang hitam tak lagi bersudut sedikit kecoklatan diluruskan dari letaknya yang miring. ''Assalamu ‘alaikum warahmatullah,'' ujarnya mengucap salam.
Dipersilahkan duduk, nafasnya ngos-ngosan, dua gelas air mineral diteguknya perlahan namun habis. Rupanya kedatangan 'bocah' ini sembari mampir menyerahkan beberapa data arsip yang diminta PPPA Daarul Qur’an cabang Yogyakarta beberapa hari sebelumnya.
Rilis PPPA Daqu yang diterima Republika.co.id, Selasa (21/11) menyebutkan, ‘bocah’ ini adalah Bahrul Ilmi, seorang santri Rumah Tahfidz Zulfa Qurrrota Ayun di Kotagede Yogyakarta. Ia berperawakan kecil dan masih terlihat seperti anak umur kelas VII SMP.
Usianya ternyata tak lagi muda, 18 tahun, dan sedang mengenyam pendidikan di Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam di UIN Sunan Kalijaga. Sepagi itu, Bahrul Ilmi memenuhi panggilan untuk ujian hafalan 30 juz di kantor PPPA Daarul Qur’an Cabang Yogyakarta. Sedikit menghela nafas, Bahrul Ilmi menjawab lancar setiap sambung ayat secara acak di setiap juz hafalannya.
Lekas berpamitan, Bahrul Ilmi merapikan isi tasnya yang usang untuk bersiap kuliah. Sepeda tuanya segera dikayuh dari Kotagede menuju UIN Sunan Kalijaga sejauh delapan kilometer pulang pergi setiap harinya.
Selepas Jumat, Bahrul Ilmi kembali. Masih tetap berkeringat dengan sepeda tuanya yang disandarkan di antara parkiran motor dan mobil. Beberapa orang sudah menantinya di kantor PPPA Daarul Qur’an cabang Yogyakarta.
Ketika ditanya, Bahrul Ilmi pun berkisah tentang orang tuanya. ''Ayah saya telah wafat sejak tahun 2009 lalu. Ibu saya bertahan hidup dengan berdagang makanan kecil di sekolah Taman Kanak-kanak (TK) di dekat rumah,'' ujar Bahrul Ilmi lirih.
Kehidupan kerasnya di Brebes, Jawa Tengah, mendorongnya untuk menjadi santri Rumah Tahfidz binaan PPPA Daarul Qur’an di Yogyakarta sejak tahun 2012. ''Masih ada keinginan saya untuk tetap mendoakan almarhum ayah dan ibu yang masih hidup dengan doa terbaik di tempat terbaik. Lewat 30 juz hapalan Alquran, saya berharap ingin membahagiakan kedua orang tua pada suatu hari,'' tuturnya.
Enam tahun sudah berjalan, 30 juz sudah dihapal, Bahrul Ilmi tidak mengira ia bakal dipanggil ke kantor PPPA Daarul Qur’an Yogyakarta untuk menerima hadiah umrah ke Tanah Suci. Tidak ada kata-kata yang terucap darinya, bibirnya kelu tidak bisa mengungkap apa-apa selain kata “Alhamdulillah…”.
Matanya sedikit memerah mengingat almarhum ayahanda dan kerja keras ibunda di rumah. Imajinasinya pada siang terik itu mendoakan kedua orang tuanya di depan Ka’bah dan melancarkan hapalannya di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, antara Makkah dan Madinah yang menjadi tempat terbaik untuk setiap doa terbaik.
Melalui PPPA Daarul Qur’an Yogyakarta, Fitri Nurita Hapsari, regional manager PT Bumi Nata Wisata menyerahkan langsung paket umrah untuk Bahrul Ilmi yang akan berangkat pada tanggal 11 Januari 2018. Fitri Nurita terkesan saat banyak santri binaan PPPA Daarul Qur’an Yogyakarta diwisuda saat helatan Wisuda Akbar 8 pada 22 Oktober lalu.
“Ini adalah sebentuk dukungan terhadap aktivitas para penghapal Alquran di Kota Yogyakarta. Semoga tahun depan semakin banyak lagi para penghafpal Alquran yang berangkat ke Tanah Suci,” harapannya kepada semua santri Rumah Tahfidz binaan PPPA Daarul Qur’an Yogyakarta.
Romansa pertemuan Jumat siang itu ditutup lirih lantunan doa dari Bahrul Ilmi. Ia mendoakan semua yang terus mendukung para penghafal Alquran. Bertambah syahdu, Bahrul Ilmi pun mendapat ganti tas lamanya dengan yang baru.
“Mereknya mboten dilepas, biar kawan-kawan tahu ini tas baru,” ujar Bahrul Ilmi dengan tawa renyahnya disambut girang semua orang yang menyaksikannya pergi kuliah. Semangatnya muncul untuk bergegas kembali ke kampus dengan tetap mengayuh sepeda tuanya.