Selasa 21 Nov 2017 16:28 WIB

HPC Afghanistan Belajar Rawat Perdamaian di Indonesia

Rep: Fuji E Permana/ Red: Agung Sasongko
Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla menjamu kunjungan 27 orang dari perwakilan dewan tinggi perdamaian Afganistan di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (22/11).
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla menjamu kunjungan 27 orang dari perwakilan dewan tinggi perdamaian Afganistan di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (22/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- High Peace Council (HPC) Afghanistan bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama menyelenggarakan dialog di Hotel Luwansa, Jakarta pada Selasa (21/11). HPC Afghanistan ingin belajar ke Indonesia bagaimana cara merawat perdamaian di tengah kemajemukan.

Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI, KH Muhyiddin Junaidi mengatakan, dialog ini dihadiri ormas-ormas Islam yang ada di Indonesia dan HPC Afghanistan. Sudah dua kali HPC Afghanistan datang ke Indonesia untuk melihat dari dekat Indonesia yang heterogen, multi kultur dan multi agama tapi bisa hidup damai. Serta tetap bisa menjaga kesatuan dan persatuan.
 
"Rangkaian kunjungan ini dimaksudkan agar sisi positif yang bisa merekatkan keutuhan sebuah bangsa itu bisa mereka (HPC Afghanistan) lakukan di negara mereka," kata KH Muhyiddin kepada Republika.co.id di Hotel Luwansa, Selasa (21/11).
 
Ia menerangkan, HPC Afghanistan di dalamnya ada semua elemen masyarakat yang terdiri dari begitu banyak ormas dan lembaga keagamaan. HPC Afghanistan dibentuk dengan tujuan untuk menciptakan perdamaian. Maka, MUI akan menyampaikan Islam Wasatiyyah kepada HPC Afghanistan. Islam Wasatiyyah sebagai solusi berbagai macam konflik horizontal di Indonesia.
 
Dikatakan dia, MUI ingin menyampaikan perlu merawat dan menjaga kebersamaan dengan merangkul seluruh elemen masyarakat. MUI juga menyampaikan kepada HPC Afghanistan, penyelesaian sebuah konflik tidak harus melalui kekuatan militer. Tetapi menggunakan kekuatan dialog.
 
"Jadi dialog itu sebagai sebuah solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan di antara kelompok yang bertikai," ujarnya.
 
Menurut KH Muhyiddin, Islam berkemajuan untuk dunia yang lebih beradab. MUI ingin memberitahu mereka, Islam cocok dengan demokrasi. Artinya tidak bertentangan dengan demokrasi dan Pancasila. Jadi semua itu saling melengkapi. Apa yang tidak ada di dalam Pancasila, dilengkapi di Islam. Sementara, Islam sudah sangat lengkap.
 
Ia menyampaikan, hanya saja terkadang sebagian orang tidak memahami secara komprehensif tentang Islam. Sehingga mereka memiliki penafsiran khusus tentang Islam. Padahal di dalam Islam diajarkan saling menghargai dan menghormati perbedaan. Serta saling menyatukan dan mempertahankan kesatuan.
 
"Indonesia akan mengekspor pengalamannya dalam merawat Bhineka Tunggal Ika kepada masyarakat Internasional, apa saja faktor-faktor yang mendorong persatuan tersebut," jelasnya.
 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement