Selasa 21 Nov 2017 16:49 WIB

Mahasiswa Zimbabwe Boikot Ujian Sampai Mugabe Lengser

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Sejumlah orang membawa poster yang berisikan tuntutan agar Presiden Zimbabwe Robert Mugabe mundur, di Harare, Zimbabwe.
Foto: EPA-EFE/KIM LUDBROOK
Sejumlah orang membawa poster yang berisikan tuntutan agar Presiden Zimbabwe Robert Mugabe mundur, di Harare, Zimbabwe.

REPUBLIKA.CO.ID, HARARE -- Mahasiswa di sejumlah universitas di Zimbabwe turut melakukan demonstrasi di akhir pekan lalu untuk melawan Presiden Robert Mugabe. Seperti kebanyakan warga Zimbabwe lainnya, mereka mengharapkan presiden berusia 93 tahun itu segera mengundurkan diri dari jabatannya.

Namun, dalam pidatonya pada Ahad (19/11), Mugabe justru menyusun rencana tetap berkuasa di pemerintahan. Mugabe telah memerintah negara tersebut sejak sebelum para mahasiswa itu lahir dan dalam beberapa dekade terakhir ini telah membuat perekonomian semakin melemah sehingga merugikan kaum muda.

"Kami sangat marah, hal itu tidak keren. Kami mengharapkan dia turun, itu akan menjadi kata-kata yang ajaib," ujar Rouvarashe (19 tahun), dikutip The Guardian.

Para mahasiswa itu bahkan telah memboikot ujian yang akan mereka hadapi pada Senin (20/11). Mereka berkumpul di luar ruang ujian setengah jam sebelum ujian pertama dimulai. Mereka mengatakan tidak ada ujian sampai presiden mengundurkan diri.

Memboikot ujian mungkin terdengar seperti protes yang menunjukkan kemalasan dan tentunya berisiko tinggi. Bagi mahasiswa Zimbabwe, ujian ini akan memenuhi 15 persen dari seluruh penilaian akhir mereka.

Kaum muda Zimbabwe banyak yang beralih sebagai pekerja dan bergulat dengan tingkat pengangguran hingga 90 persen. Namun, semua mahasiswa yang ikut demonstrasi mengatakan kesempatan mengubah pemerintahan lebih penting daripada prospek akademis mereka.

"Penting bagi saya untuk ikut ujian, tapi sama pentingnya juga bagi masa depan bangsa saya untuk bisa ditebus," kata Admire Matarutse, seorang mahasiswa jurusan pemasaran real estate.

Dia mengatakan para mahasiswa di ibu kota merasa bertanggung jawab untuk berbicara kepada orang-orang miskin Zimbabwe yang terisolasi di daerah pedesaan. "Sama seperti saat kami ingin mendapatkan gelar, sama seperti saat kami mempersiapkan diri untuk ujian, apa yang kami lakukan juga penting bagi warga negara lainnya. Ada banyak warga desa yang suaranya tidak terdengar, kami perlu berbicara atas nama mereka," ungkap Matarutse.

Mahasiswa lainnya bahkan mengatakan lapangan pekerjaan di negaranya sangat mengerikan sehingga gelar sarjana mereka hampir tak berharga. "Mengapa kami harus sekolah jika saudara laki-laki dan perempuan kami yang telah lulus, saat ini masih menganggur? Mengapa saya harus bekerja keras untuk meraih gelar sarjana?" kata Gerald (19).

Sebagian besar kemarahan mereka diarahkan kepada Mugabe, yang juga menjabat sebagai kanselir universitas. Namun para mahasiswa itu juga mengecam gelar doktor yang diberikan kepada istri Mugabe, Grace pada 2014.

Grace adalah mantan juru ketik yang bertemu presiden saat bekerja di kantornya. Wanita ini 40 tahun lebih muda dari suaminya. Pada 2011 dia meraih gelar sarjana dari sebuah universitas di Cina. Dia dianugerahi gelar doktor oleh Universitas Harare tiga tahun kemudian.

Gelar doktor akademis ini memerlukan studi dan penelitian selama tiga tahun, bukan gelar kehormatan semata. Akan tetapi, Grace tidak pernah terlihat di universitas dan dia juga tidak pernah memberikan salinan tesisnya ke perpustakaan universitas seperti yang harus dilakukan mahasiswa PhD lainnya.

"Integritas universitas ini dipertanyakan saat mereka memberikan penghargaan kepada Grace. Gelar tidak diberikan, tapi diterima. Kami belum pernah melihatnya di perpustakaan kami atau di sekitar kampus kami. Jadi gelar itu harus ditarik," kata Presley Zirereza, seorang pekerja kampus.

Demonstrasi mahasiswa tersebut diperkirakan akan terus berlanjut jika Mugabe tetap menolak mundur. Parlemen diharapkan akan memulai proses pemakzulan pada Selasa (21/11) siang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement