Rabu 22 Nov 2017 03:04 WIB

Kabupaten Indramayu Kebingungan Cari Ribuan Guru

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Nur Aini
Guru mengajar (ilustrasi)
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Guru mengajar (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Kabupaten Indramayu hingga kini masih kekurangan ribuan guru sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Namun, pengangkatan guru honorer untuk mengatasi kondisi itu terkendala adanya Peraturan Pemerintah (PP) 48/2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.

 

Kepala Dinas Pendidikan KabupatenIndramayu, M Ali Hasan, menyebutkan, total kebutuhan guru di Kabupaten Indramayu mencapai sekitar 13 ribu orang. Dari jumlah itu, jumlah guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) hanya 60 persennya.

 

"Jadi masih kekurangan 40 persen dari kebutuhan 13 ribu orang guru (atau sekitar 5.200 orang guru), " kata Ali,Selasa (21/11).

 

Kondisi itu diperparah dengan adanya guru PNS yang pensiun setiap tahunnya. Bahkan, guru PNS yang pensiun bisa mencapai lebih dari 100 orang setiap tahunnya.

 

Terkait kekurangan jumlah guru itu, Ali mengungkapkan, instansi yang dipimpinnya telah dipanggil oleh Sekretariat Wakil Presiden beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan itu, terungkap bahwa Kabupaten Indramayu adalah salah satu dari tiga daerah di Pulau Jawa yang kekurangan gurunya sangat tinggi.

 

Di akhir pertemuan itu, kata Ali, dinyatakan bahwa masalah tersebut akan dibahas dalam rakor bersama kementerian terkait, seperti Kemenpan RB dan Kementerian Keuangan. Namun, hingga kini hal itu belum ada tindak lanjutnya. "(Rakor) sebatas mau dan mau," tutur Ali.

 

Untuk menutupi kekurangan guru itu, kata Ali, maka dibutuhkan guru honorer. Namun, PP 48/2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil menyatakan bahwa semua Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain di lingkungan instansi, dilarang mengangkat tenaga honorer atau yang sejenis, kecuali ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. "Untuk mengatasi masalah kekurangan guru itu, solusinya ya cabut PP-nya, ganti dengan PP yang baru, " kata Ali.

 

Ali mengakui, meski ada larangan pengangkatan guru honorer, namun sekolah-sekolah terpaksa tetap melakukannya. Pasalnya, para siswa membutuhkan guru untuk mengajar mereka. Di salah satu sekolah, bahkan ada yang hanya satu orang PNS yaitu kepala sekolahnya saja. Sedangkan semua gurunya, berstatus honorer dan tidak ada satupun yang berstatus PNS.

 

Pengangkatan guru honorer oleh sekolah itu akhirnya berdampak pada minimnya honor yang mereka terima. Pasalnya, honor tersebut disesuaikan dengan kemampuan masing-masing sekolah. Saat ini, rata-rata honor yang mereka terima hanya berkisar Rp 250 ribu hingga Rp 500 ribu per bulan.

 

Bahkan, menurut Ketua Forum Honorer Kabupaten Indramayu (FHKI), Dwi S, ada guru honorer yang hanya dibayar Rp 50 ribu per bulan. "Itupun turunnya tiga bulan sekali. Coba bayangkan, bagaimana mereka mau memenuhi kebutuhan untuk keluarga mereka?" tutur Dwi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement