REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr. Ahmad Atang, MSi berpendapat kasus hukum yang menjerat Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto tidak akan berdampak pada calon-calon yang diusung partai itu dalam Pilkada serentak 2018.
"Bagi saya, tidak ada dampak terhadap calon yang diusung dalam Pilkada serentak 2018, karena nuansa politiknya berbeda dengan Pemilu 2019," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Selasa (21/11).
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan kasus Setya Novanto dan dampaknya terhadap calon kepala daerah yang diusung partai berlambang pohon beringin itu pada pilkada serentak 2018. Menurut dia, dalam Pemilu 2019, demokrasi Indonesia bersandar pada institusi, yakni partai politik, sehingga citra partai menjadi sangat penting.
"Apabila citra partai negatif maka persepsi publik juga negatif sehingga mempengaruhi pilihan publik," katanya.
Kasus Partai Demokrat menjadi salah satu contohnya ketika Pemilu 2014 yang ditinggalkan pendukungnya, karena sejumlah kader partai itu harus menjalani proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, untuk pilkada, nuansa politik tentu akan berbeda karena demokrasi pilkada bersandar pada individu.
"Maka masyarakat memilih tidak melihat partai, namun melihat sosok individu yang disodorkan partai politik," katanya.
Karena itu, dalam pilkada, citra individu atau calon lebih penting dibandingkan citra partai politik. "Jadi bagi saya antara pemilihan umum legislatif dan pilkada berbeda jualannya," kata akademikus yang juga staf pengajar ilmu komunikasi politik pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Nusa Cendana itu.
Dengan demikian, kata dia, untuk menghadapi pilkada, kasus Setya Novanto tidak terlalu berpengaruh besar terhadap figur golkar di Pilkada serentak 2018. Artinya, jika Golkar kalah bukan karena kasus hukum yang sedang dijalani Setya Novanto, akan tetapi lebih disebabkan oleh karena citra figur yang tidak mendukung dalam aras lokal, katanya menambahkan.